Dark/Light Mode

Beragama Dalam Keberagaman (21)

Muhammad SAW: Nabi Dan Negarawan

Minggu, 24 November 2024 05:50 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Semakin dalam mempelajari kisah hidup Nabi Muhammad SAW, semakin bertambah ketakjuban kita kepadanya. Secara ilmu politik, Nabi hidup jauh melampaui zamannya.

Gagasan dan sikapnya relevan untuk dicontoh sepanjang zaman dunia kemanusiaan. Kita mengambil salah satu contoh, ketika Nabi Hijrah ke Yatsrib, kemudian kota ini diganti namanya menjadi Madinah (secara harfiah berarti ‘tempat berbudaya’), atas undangan dua komunitas suku utama yaitu suku Aus dan suku Khazraj, kedua suku ini masing-masing meminta Nabi untuk bermukim ke lingkungan suku mereka.

Hampir saja terjadi konflik gara-gara memerebutkan Nabi. Untungnya, Nabi memberikan solusi bijak dengan mengatakan, kita putuskan berdasarkan unta ini. Di mana unta ini berhenti, di situlah saya akan bermukim. Unta yang membawa Nabi dibawa berkeliling kota Yatsrib dan akhirnya unta Nabi berhenti di suatu tempat yang kini menjadi masjid dan maqam Nabi. Kebetulan tempat itu persis berada di perbatasan geografis kedua etnik itu. Subhanallah, perpecahan bisa terhindarkan.

Baca juga : Antara Syahid Dan Patriot

Ketika di Madinah, Nabi melihat tanda-tanda membahayakan kalau para pengungsi dari berbagai daerah terus membanjiri kota ini yang daya dukungnya terbatas.

Mengantisipasi ketegangan antara kelompok pengungsi dan pribumi, maka Nabi mengganti nama kelompok ini dengan kaum Anshar (Penolong) untuk kelompok pribumi dan kaum Muhajirin (Pengungsi) dari Mekkah dan sekitarnya.

Bukan itu saja, Nabi juga sejak dini menerapkan program yang popular dengan nama Al-Ikha’, program persaudaraan secara permanen antara kedua kaum, yaitu melakukan perkawinan silang. Para pemuda dan pemudi Anshar dikawinkan dengan para pemuda dan pemudi Muhajirin.

Baca juga : Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Bahasa Agama

Akhirnya kedua kaum ini menjadi satu kesatuan utuh karena dipersatukan oleh anak dan cucu mereka yang blasteran Anshar-Muhajirin.

Beberapa kali Nabi tampil melerai ketegangan antar kabilah dan antar suku di kawasan Madinah dengan penuh kearifan. Mulai dari persoalan tanah, oase (wadi) yakni mata air di tengah padang pasir, sengketa perbatasan, sampai kepada pencurian atau pengambilalihan binatang ternak oleh para pihak.

Fenomena fanatisme suku dan perang saudara selalu menjadi pemandangan sehari-hari di kawasan ini. Program penggantian nama Yastrib menjadi Madinah dan program al-Ikha membuahkan hasil positif.

Baca juga : Antara Bahasa Negara Dan Bahasa Agama

Pertama perubahan nama kota dari Yatsrib menjadi Madinah sukses tanpa ada protes. Yatsrib dalam salahsatu teori diambil dari rumpun suku Atsiris di kawasan Mesir yang menyeberangi laut mati karena tidak tahan dengan kekejaman Fir’aun, sehingga mereka mendiami suatu wilayah tertentu dan diberi nama Yatsrib, yang mengesankan etnik pelarian, kemudian mencaplok tanah orang lain.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.