Dark/Light Mode
Beragama Dalam Keberagaman (14)
Rekonstruksi Tradisi Keagamaan

Tausiah Politik
RM.id Rakyat Merdeka - Tradisi keagamaan yang hidup dan berkembang di Indonesia perlu terus dipertahankan. Mereposisi tradisi keagamaan yang sudah mapan bukan hanya akan menimbulkan ketegangan konseptual, tetapi juga akan berdampak terhadap keutuhan NKRI.
Seperti kita ketahui, NKRI dibangun di atas nilai-nilai lokal bangsa, termasuk tradisi budaya dan agama. Lahirnya NKRI menjadi bukti dan hikmah adanya kearifan lokal yang hidup dan berwibawa di dalam masyarakat.
Pemahaman keagamaan yang berkeindonesiaan dan keindonesiaan yang berkeagamaan harus diwaspadai jangan sampai tergerus oleh suasana reformasi yang melampaui batas (kebablasan).
Baca juga : Belajar Kearifan Dari The Founding Fathers
Reformasi harus diartikan dan dikriteriakan secara positif untuk pengembangan NKRI ke arah yang lebih baik dan berdaya saing.
Rekonstruksi tradisi keagamaan dalam tulisan ini tentu bukan mengembalikan keseluruhan tatanan keindonesiaan yang diwarisi dari zaman pra sejarah, proto-Indonesia, dan dalam fase Indonesia awal.
Akan tetapi, pola dialektika budaya dalam lintasan sejarah panjang bangsa Indonesia perlu dipertahankan di dalam melintasi perubahan zamannya. Persandingan antara nilai-nilai sakral keagamaan dan nilai-nilai provan budaya bangsa perlu dipertahankan sebagai watak dan karakter NKRI.
Baca juga : Mengindonesiakan Umat Beragama
Rekonstruksi tradisi keagamaan sesungguhnya lebih merupakan rekontekstualisasi pemahaman ajaran agama. Di dalam menata ulang Indonesia modern di era reformasi ini tidak perlu menyingkirkan tradisi nilai-nilai luhur agama.
Dalam wacana rekonstruksi pemahaman agama seringkali bobot keindonesiaan atau tradisi lokal dituding sebagai praktek bid’ah, khurafat, dan syinkretisme. Padahal, mungkin sebagian di antaranya masih relevan untuk ditolerir.
Hal-hal yang dianggap memang betul-betul tidak sejalan atau bertentangan dengan ajaran dasar Islam, perlu dilakukan proses bertahap (tadarruj) di dalam menyelesaikannya.
Baca juga : Ketika Agama Tidak Lagi Mencerahkan
Tidak mesti harus melalui jalur pengguntingan atau distorsi yang menyebabkan terjadinya penerimaan terpaksa terhadap ajaran Islam. Al-Qur’an sendiri membutuhkan waktu 23 tahun untuk mengubah masyarakat, padahal di balik Al-Qur’an ada Tuhan yang memiliki kekuatan “kun fa yakun”.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.