Dark/Light Mode

Alutsista Dan Honeymoon Jokowi-Prabowo

Kamis, 30 Januari 2020 07:08 WIB
Prof. Tjipta Lesmana
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Lalu, bagaimana dengan nasib pengadaan 11 unit Shukoi SU-35 yang sudah sangat-sangat matang dan sesuai permintaan TNI AU pula. Proses SU-35 sudah pada tahap eksekusi yang ada di pihak Kementerian Perdagangan. Maklum, pembelian 11 unit Shukoi dilakukan dengan prinsip imbal dagang; pemerintah Indonesia hanya membayar cash sebesar 30%. Tampaknya, di bawah kepemimpinan Prabowo, nasib 11 unit Shukoi SU35 bakal dipendam, apalagi setelah tersiar kabar Indonesia bakal membeli pesawat tempur dari Perancis.

Satu lagi yang juga masih misterius: Bagaimana pula dengan kelanjutan proyek kerja sama pembuatan jet tempur KFX/IFX dengan Korea Selatan yang dirintis sejak Purnomo Yusgiantoro menjabat Menhan dan kini sudah memasuki kemajuan signifikan? Tidak kurang Presiden Korea Selatan beberapa kali menanyakan kelanjutan proyek ini kepada pemerintah Indonesia, termasuk Presiden Jokowi.

Baca juga : Sandiwara Apa Semua Ini?

Prabowo harus diingatkan bahwa pengadaan alutsista tidak bisa dilakukan secara instant dan muncul dari keinginan sendiri/ Kemhan. Renstra dan MEF TNI (Mininum Essential Forces) yang sudah disusun bertahun tahun dan disahkan DPR RI harus tetap dilaksanakan, tidak bisa dibuang seenaknya. Urusan alutsista, secara teknis mestinya level operasional yang mencari nya berdasarkan Renstra dan perkiraan ancaman. Prabowo juga harus diingatkan bahwa pengadaan alutsista luar negeri harus melalui proses perencanaan dan permintaan yang bersifat bottom up; bukan top down: dimulai dari pengajuan dari angkatan; kemudian dimatangkan di Mabes TNI. Setelah Mabes TNI setuju, baru diajukan ke Kemhan. Menhan yang akhirnya memutuskan setuju atau ditolak. UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan serta Peraturan Pemerintah No 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alpahankam dari luar Negeri menuntut 3 persyaratan untuk bisa membeli alutsista luar negeri: (a) Harus terlebih dahulu mendapat izin dari KKIP (Komite Kebijakan Industrui Pertahanan). (b) Harus melalui proses langsung antara pemerintah dengan pemerintah (G-to-G) atau antara pemerintah dengan pabrikan; dan (c) harus terlebih dahulu dilakukan perhitungan pengajuan imbal dagang, kandungan lokal dan offset sebelum menandatangani kontrak pembelian.

Pernyataan-pernyataan Presiden Jokowi akhir-akhir ini yang selalu memuji Prabowo, hendaknya, tidak boleh mengurangi sikap kritis semua pemangku kepentingan pertahanan/alutsista, khususnya DPR untuk tetap mengawasi secara ketat Kemhan dalam pembelian alutsista. Memang “honeymoon” antara Jokowi dan Prabowo masih terus berlangsung. Toh, Jokowi pernah ingatkan Prabowo untuk memperketat pembelian alutsista; tidak boleh membeli alutsista luar negeri jika industri Alphahankam dalam negeri sudah mampu memproduksinya. Presiden juga ulang-ulang memperingatkan pembelian alutsista harus bersifat G-to-G.

Baca juga : Penculikan Nelayan Indonesia, Itikad Malaysia Diragukan

Namun, “honeymoon” Jokowi-Prabowo memberikan kesan Pak Presiden sejauh ini sangat senang pada kinerja Prabowo. Terakhir setelah menghadiri Rapim Kemhan Kamis yang lalu., Jokowi memuji Prabowo sebagai sosok yang tidak usah diragukan dalam persoalan pengadaan alutsista. Apa iya? Pengadaan alutsista tetap harus melalui prosedur baku yang sudah ada: Secara teknis mestinya level operasional yang mencarinya berdasarkan Renstra dan perkitraan ancaman. Kemhan tidak bisa secara aktif mencari dan menentukan alutsista, lalu mendikte angkatan untuk menerimanya!

Beruntung, Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan cepat “merem” Presiden dan Menhan. Dalam pernyataannya tanggal 25 Januari yang lalu, Bu Sri mengingatkan Menhan supaya pengadaan alutsista dilakukan secara efisien dan berguna. Pembelian alutsista membutuhkan waktu dan proses yang panjang, kata Menkeu. Masalahnya, sudah banyak alutsista yang dipesan Kemhan [sejauh ini]. Pernyataan Menteri Keuangan, menurut saya, suatu warning dan sentilan yang positif kepada Menhan. Intinya, hati-hatilah dalam pengadaan alutsista, tidak boleh grasa-grusu, apalagi ujuk-ujuk. Setiap langkah harus terbuka, tidak cukup dilaporkan pada DPR saja, karena DPR kadang bisa saja diajak “konkalikong”. Ingat, Menhan harus mempertanggungjawabkan setiap rupiah yang dikeluarkan dari “anggaran monster” sebesar Rp 127 triliun dan “setiap anggaran [alutsista] berasal dari rupiah murni yang diambil dari pajak negara serta pinjaman dalam dan luar negeri!’ tandas Menteri Keuangan cukup keras.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.