Dark/Light Mode

Gandeng ICCC, Kalbe Farma Gelar Konsultasi Kesehatan

Senin, 21 Februari 2022 12:15 WIB
Foto: Dok. PT Kalbe Farma
Foto: Dok. PT Kalbe Farma

 Sebelumnya 
Sebab, sitokin secara umum menyebabkan tubuh pasien kanker membutuhkan kebutuhan makan yang lebih banyak, tapi di sisi lain turut menghambat nafsu makan.

“Pilihlah jenis makanan yang memiliki densitas energi (kalori) yang besar. Artinya, makan sedikit tapi bobot kalori dan proteinnya besar. Sehingga pasien tidak terbebani saat makan. Jadi sebagai keluarga, kita harus memilih makanan yang kecil tapi mengandung kalori dan protein tinggi itu apa saja,” ungkap dr. Dedy.

Di sisi lain, penyebab kanker sendiri bisa dari faktor genetik maupun gaya hidup yang memicu munculnya tumor ganas. Namun, ada juga faktor random, yang dijelaskan oleh Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. Dr. dr. Aru W Sudoyo.

Baca juga : Kematian Covid Meningkat, Kapolda Fadil Genjot Vaksinasi Lansia

“Kita pakai kata random. Kanker itu akibat peristiwa mutasi. Tubuh kita itu selnya selalu membelah, berganti baru. Dalam rangka pembelahan sel itu selalu terjadi mutasi dan ada yang namanya random mutation. Jadi tidak ada penyebab apa-apa,” ujar Prof. Aru dalam talkshow Kalbe dengan topik Beyond Physical: Mental and Emotional Impact, Senin (21/2).

“Mengapa kita tidak kena kanker? Itu karena kita mempunyai sistem repair, di dalam tubuh kita seperti ada satpam yang keliling-keliling kalau menemukan ada sel yang sedang tidak benar membelah sel, kita akan reparasi, dimatikan,” ujar Prof. Aru.

Pada keadaan seimbang itu, maka tubuh manusia dinyatakan masih sehat. Namun, di dalam tubuh manusia selalu mengalami berjuta-juta mutasi.

Baca juga : Gandeng KSP, Nestle Indonesia Genjot Vaksinasi Anak

Prof. Aru menekankan, apabila montirnya itu dilemahkan dengan cara kita hidup, maka akan terjadi kerusakan. Tak heran sejumlah penyebab kanker tidak berdasarkan faktor genetik maupun lifestyle. Ketika divonis terpapar kanker, tak hanya perjuangan pasien yang dibutuhkan, tetapi juga dukungan dari keluarga.

Namun, dukungan keluarga yang berlebihan dapat menimbulkan toxic positivity. Contohnya, ketika terus-menerus memberikan motivasi positif yang membuat pasien kanker merasa tidak dipahami, karena pasien kanker memiliki ketakutan.

“Ini sebenarnya fenomena yang cukup sering. Saat kita menemani keluarga atau teman kita yang berobat, kita harus dengar dulu pasien perlunya apa. Bukan kita berusaha menutup ketakutannya dengan memborbardir memberikan motivasi positif, yang justru itu menjatuhkan mental pasien (mental breakdown),” pungkas Hematologi Onkologi Medik MRCCC Siloam Semanggi, dr. Jeffry Beta Tenggara. [SRI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.