Dark/Light Mode

Mayoritas Akibat Supir Kelelahan Bekerja

Selama 2021, Transjakarta Kecelakaan 508 Kali

Jumat, 11 Februari 2022 06:58 WIB
Bus Transjakarta menabrak separator jalur di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Senin (6/12/2021). (ist)
Bus Transjakarta menabrak separator jalur di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Senin (6/12/2021). (ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) mencatat, jumlah kecelakaan bus TransJakarta pada tahun 2021 mencapai 508 kejadian. Penyebab kecelakaan paling banyak karena kelalaian pengemudi.

Target kerja yang tinggi dan kewajiban mengikuti apel pagi membuat sopir kelelahan. Ketua Komisi Kelaikan dan Keselamatan DTKJ, Prayudi menuturkan, kecelakaan terbanyak terjadi pada Januari 2021, yakni, sebanyak 75 kejadian.

Lalu, Maret sebanyak 72 kejadian, dan Februari sebanyak 63 kejadian. Operator yang paling banyak mengalami kecelakaan adalah PPD sebanyak 34 persen.

Menyusul Mayasari 32 persen, Steady Safe 16 persen, Kopaja 13 persen, Trans Swadaya 3 persen, Pahala Kencana 1 persen, dan Bianglala 1 persen.

Prayudi menyebut ada tiga aspek yang harus mendapatkan perhatian penuh. Yaitu, manajemen operasional, prasarana dan pengemudi. DTKJ menilai, sistem target tempuh 100 kilometer (km) berperan menyumbang kecelakaan.

Baca juga : Jasa Raharja Serahkan Santunan Ke Korban Kecelakaan Di Doloksanggul

Target ini membuat pengemudi tidak memiliki jiwa melayani. DTKJ meminta, manajemen TransJakarta untuk mengevaluasi kebijakan target tempuh 100 kilometer bagi pengemudi.

“Harusnya pengemudi berprestasi mendapatkan penghargaan dari manajemen. Jadi bukan berbasis sistem target tempuh 100 kilometer. Ini harus dievaluasi,” kata Prayudi dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Peningkatan Layanan Transjakarta yang Aman, Nyaman, dan Berkeselamatan di Jabodetabek di Jakarta, Rabu (9/2).

Menurut dia, sistem target tempuh 100 km membuat para pengemudi hanya mengejar waktu memenuhi target tersebut. Hal ini berpotensi menimbulkan faktor tergesa-gesa bagi pengemudi yang dikhawatirkan memicu kecelakaan.

DTKJ menyoroti tidak adanya divisi khusus setingkat direksi untuk membina keselamatan pengemudi.

“Tidak adanya rencana operasi (renop) dan spesialisasi jalur sehingga pengemudi tidak menguasai lintasan jalur. Tidak memiliki catatan kesehatan pengemudi sebelum bertugas, dan tidak memiliki klinik kesehatan khusus pengemudi,” sebut Prayudi.

Baca juga : MUI Apresiasi Sinergi Ulama-Pemkab Tangerang Jaga Kerukunan Umat

DTKJ juga menyoroti, tidak adanya cek unit untuk memastikan kesiapan kondisi pengemudi dan armada. Termasuk basis data serta tidak tersedianya Standard Operating Procedure (SOP) yang fokus pada keselamatan.

Kemudian, untuk mengantisipasi kelelahan dan kelalaian pengemudi, perlu disediakan tempat istirahat atau toilet di shelter.

Hapus Apel Pagi

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyarankan, manajemen TransJakarta meniadakan apel pagi pukul 03.00 WIB untuk pengemudi shift pertama guna meminimalisasi kelelahan.

Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono menerangkan, pengemudi wajib mengikuti apel pukul 03.00 WIB dengan durasi 15 hingga 30 menit sebelum pengemudi memulai pekerjaan.

Baca juga : 35 Persen Gunakan Produk Lokal

“Ini menjadi penanganan khusus. Bermanfaat tidak? Kalau bermanfaat tidak apa-apa dilakukan,” katanya.

Jika apel tidak terlalu dibutuhkan, lanjutnya, pengemudi TransJakarta bisa memanfaatkan waktu tersebut untuk beristirahat. Apalagi jika pengemudi yang berdomisili jauh dari terminal keberangkatan bus, sehingga harus bangun lebih awal.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.