Dark/Light Mode

Penerapan Undang-Undang Narkotika Di Lapas, Banyak Yang Teriak Tidak Adil

Mulfachri Harahap : Kadang, Pengguna Akut Ikut Jaringan Pengedar

Selasa, 23 Juli 2019 10:34 WIB
Mulfachri Harahap, Wakil Ketua Komisi III DPR.
Mulfachri Harahap, Wakil Ketua Komisi III DPR.

RM.id  Rakyat Merdeka - Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat, terdapat 4,2 juta orang terseret masalah penyalahgunaan narkoba pada 2011. Sebanyak 1,1 juta jiwa di antaranya berada pada kategori kecanduan dan harus segera direhabilitasi. 

Tak heran, jika Presiden Jokowi meminta BNN dan seluruh pemerintah daerah mengoptimalkan gedung pemerintah sebagai tempat rehabilitasi. 

Senada dengan Presiden Jokowi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly juga menekankan program rehabilitasi. Dia menganggap, memasukkan pengguna narkoba ke penjara, tidak memecahkan masalah pemberantasan obat-obatan terlarang itu. 

Yasonna berharap, pemakai tidak dikirim ke Lapas karena itu penyakit. Dalam Undang-Undang Narkotika, lanjut dia, sebetulnya pemakai itu bisa di-treatment. Tidak dimasukkan ke penjara. 

“Namun sering dalam praktek hukum tipis, kerap menjadi, mohon maaf, permainan,” kata Yasonna kepada Rakyat Merdeka, Jumat lalu (19/7). 

Yasonna menambahkan, tidak jarang hukum mengkategorikan pemakai sebagai kurir. Tentunya, ini berdampak pada moral seseorang. “Kalau tidak ada 86 atau apa itu, ya kamu kurir, lima tahun hukumannya. Apalagi sesuai PP 99, tak akan mendapatkan justice colaborator. 

Baca juga : Soal Bantuan Hukum Ke Kivlan Zein, Ini Penjelasan Mabes TNI

Bayangkan, lima tahun hanya karena beberapa butir yang kecil-kecil,” ucap politisi PDIP ini. 

Yasonna menyayangkan, karena hampir selalu selebiriti atau pelaku pemilik jaringan yang kerap mendapatkan rehabilitasi. Maka dari itu, Yasonna mendorong DPR merevisi Undang-Undang Narkotika supaya bandar yang merasakan dampak beratnya. 

“Di Lapas, banyak yang teriak tidak adil dengan penerapan ini. Mestinya, yang kita hantam itu bandar,” tegasnya. Lantas, bagaimana penjelasan Yasonna dan tanggapan Komisi III terkait wacana ini. Berikut wawancaranya.

Menkumham tidak ingin memenjarakan pemakai narkoba, melainkan hanya merehabilitasi... 
Saya kira, wacana ini perlu dipikirkan secara mendalam. Prinsipnya saya sepakat, korban itu tentu tidak harus diperlakukan sama dengan pelaku pengedar narkoba. 

Pemakai dan pengedar diperlakukan berbeda secara hukum? 
Pemakai yang selalu dikualifisir sebagai korban narkoba itu, memang tidak bisa diperlakukan sama. Tapi, menggeneralisir semua pelaku dalam satu kategori, saya kira itu juga sesuatu yang harus kita pikirkan mendalam. 

Tidak semua pemakai bisa direhabilitasi atau tak dipenjarakan? 
Pada prinsipnya, saya sepakat untuk menempatkan pemakai sebagai kelompok yang tidak mesti dihukum sama dengan para bandar dan pengedar narkoba. 

Baca juga : Polisi Pastikan Pemasok Sabu Nunung Segera Tertangkap

Jadi, persoalannya di mana? 
Tetapi, begini ya, jika kita menggeneralisir semua pengguna narkoba dalam satu kategori tersebut, saya kira kurang pas juga. 

Kenapa demikian? 
Karena, ada pemakai yang baru pakai sekali sebagai pemula, ada juga yang bertahun-tahun. Jadi, perlu pemikiran yang mendalam. 

Apa yang perlu didalami? 
Dibutuhkan sebuah formulasi untuk membedakan, mana pengguna yang masih bisa dikualifisir sebagai pengguna pemula. Mana pengguna yang sudah bertahun-tahun. 

Memfilter mana yang tepat direhabilitasi dan dipenjarakan? 
Pernyataan yang saya maksud itu, mestinya dia tidak dihukum, tetapi langsung masuk perawatan dan rehabilitasi. Kemudian, mana pengguna yang memang sudah masuk dalam kelompok pengguna akut, ini treatment-nya berbeda dengan kelompok pengguna pemula. 

Pengguna akut itu masuk dalam kategori berbahaya? 
Kadang-kadang yang pengguna akut ini, sudah terlibat dalam jaringan pengedar narkoba. Kalau memposisikan dia sama dengan pengguna pemula, juga tidak fair. Karena, pada hakikatnya, dia sudah ikut terlibat dalam kartel atau kelompok pengedar. 

Anda punya pengalaman terkait hal ini? 
Umumnya, berdasarkan empirik, pengguna akut itu dalam beberapa kesempatan sudah menjadi kaki tangan pengedar narkoba. 

Baca juga : Berkali-Kali Diingatkan Suami untuk Berhenti Nyabu, Nunungnya Bandel

Pembahasan masalah ini sudah sampai mana? 
Ini memang wacana yang sudah sering kami bicarakan. Bukan hanya wacana Menkumham, tapi memang kepedulian semua pemerhati soal ini. 

Tema ini sudah sering dibahas? 
Di beberapa revisi undang-undang ihwal ini, pikiran-pikiran yang Anda sebutkan tadi, sudah didiskusikan. Tapi memang, kami belum sampai pada putusan seperti yang diinginkan Menkumham. 

Memang apa kendalanya? 
Kendalanya harus ada aturan, sedangkan aturannya belum ada. Kami harus revisi Undang-Undang tentang Psikotropika. Pun begitu, kendala macam-macam, salah satunya aturan itu. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.