Dark/Light Mode

Kemahalan, Harga Sewa Jaringan Utilitas Bawah Tanah di DKI

Senin, 2 Desember 2019 13:06 WIB
Pengerjaan jaringan utilitas (Foto: Istimewa)
Pengerjaan jaringan utilitas (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Harga sewa fasilitas utilitas jaringan bawah tanah atau ducting sebesar Rp 70 ribu per meter yang ditetapkan Pemprov DKI dinilai terlalu tinggi. Kondisi dinilai bakal berdampak pada harga yang dibayarkan warga.

Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan, seharusnya sebelum membuat ducting dan menggenakan biaya, Pemprov DKI, JakPro, dan PT Sarana Jaya dapat melibatkan pelaku usaha penyedia layanan publik dan penyelenggara telekomunikasi. Agar didapat angka yang tidak merugikan penyedia dan tidak terlalu murah.

“Jika harga terlalu mahal akan memberatkan perusahaan dan ujung-ujungnya biaya tersebut akan dibebankan ke masyarakat. Namun, jika terlalu murah, Pemprov juga tidak memiliki kemampuan untuk perawatan dan pengembangan duct di tempat lain dan ke depan,” ujar Heru, di Jakarta, Senin (2/12).

Lanjut Heru, seharusnya ducting yang dibuat oPT Sarana Jaya dan JakPro juga ada standarnya. Seperti ada semacam gorong-gorong yang aman dari segala gangguan. Sehingga bersih dan benar-benar terlindung.

Baca juga : Kemendagri Dorong Kualitas Ormas Berasaskan Pancasila dan UUD 45

“Dari gambar yang ada nampaknya tidak ada standarnya dan harus ada perbaikan agar layak disebut cable ducting. Jika gambar tadi disebut ducting yang akan ditawarkan Pemprov kepada operator, maka kualitas dan harga yang diberikan tidak sesuai. Alias mahal,” pungkas Heru.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI), Kemenenterian Komunikasi dan Informatika, Ismail MT, mengharapkan agar pemerintah daerah tidak mematok biaya sewa yang besar bagi perusahaan penyedia layanan publik.

Menurut Ismail, seharusnya pemerintah daerah bisa mempertimbangkan harga sewa yang jauh lebih terjangkau agar tidak membebankan masyarakat ataupun pelaku usaha. Ismail mengatakan, saat ini terjadi pola pikir yang keliru di pemerintah daerah mengenai infrastruktur telekomunikasi.

Pemerintah daerah, kata Ismail, cenderung menjadikan infrastruktur telekomunikasi sebagai lumbung pendapatan asli daerah (PAD) dengan membebankan retribusi yang memberatkan kepada perusahaan. Padahal, seharusnya sektor telekomunikasi dan penyedia layanan kepada masyarakat tidak dibebankan hal tersebut. Karena pendapatan yang diberikan oleh sektor lain dengan hadirinya infrastruktur Telekomunasi akan lebih besar dari retribusi. 

Baca juga : Pancasila Harus Jadi Dasar Nilai Pembentukan Komunitas Masyarakat

“Harusnya pemerintah daerah bisa memberikan harga sewa yang terjangkau sehingga tidak membebankan masyarakat  dan pelaku usaha. Jika sarana utilitas yang dibuat pemerintah daerah tersebut terjangkau maka diharapkan pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhan pajak dapat dicapai,” terang Ismail.

Penetapan harga yang semena-mena yang dilakukan ini disebabkan adanya pemberian hak eksklusif dari Pemprov DKI kepada JakPro dan Sarana Jaya. Melalui Pergub DKI 6/2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastrktur Jaringan Utilitas. Jaringan utilitas yang dibangun diselenggarakan Pemprov DKI Jakarta melalui BUMD. Setelah jaringan utilitas tersebut dibangun BUMD, maka semua operator wajib menyewa kepada BUMD tersebut.

Fenomena pemerintah daerah memonopoli jaringan utilitas dan untuk menggenakan biaya sewa yang sangat tinggi bagi PLN, PGN, dan operator telekomunikasi sudah mulai marak terjadi. Sebelum Pemprov DKI, Pemkot Surabaya telah mendapatkan protes dari penyedia infrastruktur dasar karena mengenakan biaya sewa yang sangat mahal.

Melihat fenomena tersebut membuat Ismail khawatir. Menurutnya jika seluruh daerah menerapkan retribusi atau sewa yang tinggi kepada operator telekomunikasi, rencana pemerintah untuk membuat smart city dan broadband yang terjangkau bagi masyarakat, akan terhambat. Lanjut Ismail, infrastruktur tidak harus dilihat benefitnya secara langsung. Pemda disarankan mendapatkan benefit dari multiplayer efek dari pemanfaatan pembangunan infrastruktur.

Baca juga : Siti Ngajak Ngebut Tangani Masalah Hutan dan Lingkungan

“Akan banyak ekonomi yang akan memanfaatkan dari adanya jaringan broadband dan infrastrktur yang ada di Jakarta. Lima program prioritas Presiden Jokowi semuanya membutuhkan broadband. Keluhan dari teman-teman operator sudah kami pahami. Nanti saya akan lapor kepada pak Menkominfo mengenai permasalahan sewa tersebut. Semoga saja Omnibus Law bisa jadi solusi yang terbaik bagi pemerintah daerah dan penyedia infrastruktur publik,” terang Ismail. [MRA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.