Dark/Light Mode

Catatan Fakhrizal Lukman

Stunting Dan Potensi Generasi Indonesia Cemas 2045

Rabu, 14 Juni 2023 20:32 WIB
Bendahara PW Hima Persis DKI Jakarta Fakhrizal Lukman (Foto: Istimewa)
Bendahara PW Hima Persis DKI Jakarta Fakhrizal Lukman (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perbincangan terkait satu abad republik semakin gandrung, terlebih sejak diluncurkan secara resmi oleh Presiden Jokowi pada Mei 2019, melalui narasi ‘Visi Indonesia Emas 2045’. Berbagai pihak, baik unsur pemerintah, politisi, kampus, maupun masyarakat luas, ikut serta mengorkestrasi wacana ini melalui diskusi-diskusi publik, berbagai gelar wicara, hingga bahan kampanye politik.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yang bertugas menyusun Visi Indonesia Emas 2045 menyampaikan bahwa pencapaian Visi Indonesia dibangun dengan 4 pilar pembangunan, yaitu pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan (Indonesia 2045, Kementerian PPN/Bappenas).

Banyak hal pada setiap harinya biasa memenuhi linimasa berita yang seringkali dikaitkan dengan ambisi ‘menuju Indonesia maju’. Mulai dari percepatan pembangunan infrastruktur hingga hilirisasi industri, menjadi proyeksi pemerintah akan masa depan Indonesia yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Generasi muda seringkali di-mention karena dianggap menjadi penentu bagaimana Indonesia pada usia satu abad berhasil meraih keemasannya seperti yang diwacanakan pada 2045. Seperti pada penghujung tahun lalu Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menyampaikan harapan, “Mari kita siapkan generasi muda menyongsong Indonesia Emas 2045… Sebab, kalian semua yang nanti akan jadi pewarisnya, kami hanya pengantarnya,” tuturnya, Rabu (28/12/2022)

Generasi Indonesia Emas, Generasi Stunting?

Dari sekian banyak target, optimisme kian disuguhkan oleh pemerintah akan terwujudnya Visi Indonesia Emas 2045. Akhir Mei lalu Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, saat memimpin Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) dalam rangka Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, di Bali Nusa Dua Convention Center, Senin (22/5/2023) menyatakan, bahwa RPJPN 2025-2045 yang bertema Negara Nusantara Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan tersebut menjadi pedoman dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Baca juga : Tajir Banget! Ini Lho 6 Youtuber Dengan Penghasilan Terbanyak di Indonesia

Namun selang dua pekan kemudian, Suharso Monoarfa malah menyatakan hal pesimistis, yakni berpotensi gagalnya 10 target yang termasuk dalam RPJMN 2020-2024. “Ada 10 indikator Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) memiliki risiko tidak tercapai di 2024,” ujar Suharso, dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (5/6/2023).

Sepuluh target tersebut di antaranya merupakan masalah yang sangat krusial bagi generasi, yakni mulai dari persoalan stunting, imunisasi dasar lengkap bayi, wasting balita hingga persoalan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan keberadaan puskesmas dengan tenaga kesehatan sesuai standar.

Terus dihantui ranking buruk terkait stunting, Indonesia beberapa tahun lalu hingga menduduki urutan ke-4 dunia juga menjadi negara dengan prevalensi stunting tertinggi kedua di kawasan Asia Tenggara setelah Timor Leste. Berdasarkan laporan Asian Development Bank (ADB), tingkat prevalensinya mencapai 31,8 persen pada tahun 2020. Kendatipun saat ini tingkat prevalensi stunting terus menurun, namun masih belum cukup untuk mencapai batas toleransi maksimal World Health Organization (WHO) yakni di angka 20 persen. 

Mengacu pada WHO, stunting yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita disebabkan oleh masalah gizi kronis dalam jangka waktu yang lama, paparan infeksi berulang, juga simulasi psikososial yang tidak memadai. Kondisi malnutrisi ini juga dipengaruhi oleh kesehatan ibu saat hamil, status kesehatan remaja, serta ekonomi dan budaya hingga lingkungan, seperti sanitasi serta akses layanan kesehatan.

Anggaran Stunting Banyak Dipakai Rapat & Perjalanan Dinas

Di tengah kondisi ini, mayoritas anggaran stunting malah banyak digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas. Padahal Stunting merupakan masalah krusial untuk dituntaskan karena menjadi penentu daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) pada masa mendatang.

Baca juga : Ginting Bawa Dampak Positif Menuju Indonesia Open

Dalam rapat kerja Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR, Senin (5/6/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa selama ini anggaran untuk penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting sudah sangat besar. Khusus stunting, pada 2022 telah dialokasikan sebesar Rp 44,8 triliun, terdiri dari alokasi yang masukkan ke anggaran Kementerian atau Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Untuk anggaran yang tersebar di 17 Kementerian/Lembaga sebesar Rp 34,1 triliun dan Pemerintah Daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp 8,9 triliun serta DAK Nonfisik sebesar Rp 1,8 triliun. Dari total alokasi anggaran itu, saat dibedah di APBD malah Sebagian besar untuk rapat dan perjalanan dinas. Sri Mulyani menyebutkan, “…Saat kita membedah APBD, justru yang stunting dirasakan direct itu hanya 5 persen dari anggaran yang dialokasi. (Sebanyak) 80 persen lebih ke koordinasi dan berbagai macam rapat maupun perjalanan dinas.”

Tak hanya sampai di situ, stunting juga dapat menjadi persoalan yang lebih meluas. Yakni dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan hingga memperlebar ketimpangan.

Pengalaman serta bukti internasional menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11 persen GDP (Gross Domestic Products), mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20 persen, juga berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality, sehingga mengurangi 10 persen dari total pendapatan seumur hidup juga menyebabkan kemiskinan antar-generasi. (TNP2K).

Pemerintah dalam menjalankan program serta berbagai target patut dipertanyakan keseriusannya, masalah stunting merupakan persoalan yang tidak bisa dihiraukan layaknya janji-janji kampanye yang hanya sekedar mempercantik citra dengan segudang visi yang melangit namun tak membumi. Stunting menjadi persoalan generasi, persoalan ekonomi hingga masa depan negeri. 

Stunting, Bonus Demografi & Indonesia Emas 2045

Baca juga : Ginting Selamatkan Wajah Indonesia

Selain ‘menganggu’ wacana Indonesia Emas 2045, hal ini turut menjadi ancaman atas kesempatan Indonesia menghadapi bonus demografi yang hanya terjadi sekali dalam satu generasi pada tiap negara. Indonesia harus belajar dari negara seperti Venezuela, Meksiko hingga Afrika yang tercatat melewatkan kesempatan bonus demografinya.

Dalam proyeksinya, BPS memprediksi jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 318,96 juta jiwa pada 2045. Dari jumlah tersebut, penduduk usia produktifnya diperkirakan mencapai 207,99 juta jiwa. Tentu merupakan hal yang sangat mengerikan, apabila ratusan juta jiwa tersebut berpotensi gagal mewujud menjadi generasi emas dengan SDM unggul seperti yang diharapkan untuk menyambut Indonesia 2045, karena tumbuh dengan gizi yang buruk, pertumbuhan yang terhambat, hingga fasilitas kebutuhan dasar hidup yang tidak memadai.

Bonus demografi merupakan anugerah kesempatan, Visi Indonesia Emas 2045 merupakan wacana yang harus diwujudkan. Untuk mencapai itu semua, tentu perlu generasi yang disiapkan untuk memimpin peradaban. Bisa kah?■

Fakhrizal Lukman, Bendahara Pimpinan Wilayah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (PW Hima Persis) DKI Jakarta

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.