Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ikut khawatir dengan membengkaknya utang yang dilakukan pemerintah selama Covid-19 menghajar Indonesia. Sebab, tingkat kerentanan dari utang negara sekarang, sudah melebihi arahan yang direkomendasikan International Monetary Fund (IMF). Peringatan halus diberikan BPK, agar pemerintah hati-hati.
Peringatan BPK itu tertuang dalam Hasil Reviu atas Kesinambungan Fiskal 2020 yang dirilis BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2021. Dalam laporannya, BPK menyebut, rasio debt service terhadap penerimaan mencapai 46,77 persen pada 2020. Angka ini melebihi rekomendasi IMF yang hanya sebesar 25 persen-35 persen.
Baca juga : Rakyat Jangan Dikasih Kucing Dalam Karung
Selain itu, BPK juga menemukan kalau rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen pada 2020. Realisasi itu melampaui rekomendasi IMF sebesar 7 persen-10 persen dan IDR 4,6 persen sampai 6,8 persen. Kemudian, rasio utang terhadap penerimaan tembus 369 persen pada tahun lalu. Sementara, rekomendasi IMF hanya 90 persen sampai 150 persen dan IDR cuma 92 persen-167 persen.
Selain itu, BPK mencatat indikator kesinambungan fiskal sebesar 4,27 persen pada 2020. Angkanya jauh di atas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI)-debt indicator, yakni di bawah nol persen.
Baca juga : DKI Geber Proyek Normalisasi Sungai
“BPK mengingatkan pemerintah untuk hati-hati dalam mengelola fiskal. Terlebih, pandemi covid-19 membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), utang, dan selisih lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SILPA) yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal,” tulis BPK dalam laporannya.
Selain itu, BPK juga menemukan adanya tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga yang melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan negara. Selain itu, adanya risiko yang timbul dari kewajiban pemerintah, seperti kewajiban pensiun, kewajiban penjaminan sosial, dan kewajiban kontingensi dari BUMN, serta risiko KPBU
Baca juga : Kader Gerindra Siap Patungan Bayar Utang Garuda Indonesia
“Hasil reviu menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 telah meningkatkan defisit, utang, dan SiLPA yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal,” tulis BPK.
Untuk diketahui, jumlah utang Indonesia hingga Oktober 2021 tercatat sebesar Rp 6.687,28 triliun. Angkanya setara dengan 39,69 persen terhadap PDB. Posisi utang ini meningkat tajam sebesar Rp 809,57 triliun dari posisi September 2020.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya