Dark/Light Mode

Soroti Kasus Pencabulan Di Lembaga Pendidikan

Gus Rozin: Jangan Campuradukkan Hubungan Guru Dan Murid

Sabtu, 11 Desember 2021 13:48 WIB
Ketua Rabithah Maahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghofar Rozin. (Foto: NU Online)
Ketua Rabithah Maahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghofar Rozin. (Foto: NU Online)

RM.id  Rakyat Merdeka - Maraknya kasus kejahatan seksual di lembaga-lembaga pendidikan, baik sekolah, perguruan tinggi, dan terbaru di rumah tahfiz Bandung menjadi keprihatinan semua pihak.

Kasus-kasus itu tak hanya menjadi persoalan satu pihak, tetapi juga persoalan bangsa yang perlu diselesaikan. 

“Perlu saya sampaikan. Ini PR kita yang sangat besar, perlu menjadi gerakan kita bersama. Ini adalah alarm yang sangat berat,” kata Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghofar Rozin yang akrab disapa Gus Rozin seperti dikutip NU Online, Jumat (10/12).

Gus Rozin menuturkan, langkah yang diperlukan untuk menuntaskannya adalah memberikan kesadaran terhadap semua pihak, baik terhadap guru, dosen, pengajar, ustadz, atau pun santri, dan pelajar.

Sebab, menurutnya, masih banyak pengajar dan tenaga kependidikan yang belum memiliki wawasan yang cukup mengenai kejahatan seksual.

Baca juga : Moeldoko: Petani Harus Pintar Cari Peluang, Jangan Tergantung Bantuan

Tidak semua guru agama, para ustadz pembimbing, dan para kiai memiliki wawasan yang cukup tentang kekerasan seksual.

"Tidak bisa membedakan antara pelecehan seksual dan perilaku yang lain. Kadang, kita masih mencampuradukkan antara hubungan guru dan murid. Tidak ada kejelasan,” papar Gus Rozin.

Kondisi yang tak jauh beda, juga terjadi pada kalangan santri dan pelajar. Tidak banyak di antara mereka yang mempunyai pengetahuan terhadap kejahatan seksual, sehingga mereka tidak mengetahui batasnya.

“Tidak ada kejelasan dan kesadaran untuk menjaga diri mereka. Tidak ada kesadaran dan keberanian. Ini harus ditumbuhkan. Tidak ada pelecehan dengan doktrin tertentu, doktrin barokah atau doktrin yang lain,” bebernya.

Gus Rozin menegaskan, kesadaran bersama ini sangat penting untuk membangunkan semua pihak sebagai anak bangsa. Sebab, kasus pencabulan seperti itu adalah niat jahat yang berkedok agama, moral, dan pendidikan.

Baca juga : Bobby Adithyo: Itu Nggak Ada Hubungannya Dengan Rabu Pon

Karena itu, persoalan ini menjadi tanggung jawab semua pihak.

Di level negara, problem ini menjadi bagian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga lembaga-lembaga penegak hukum.

"Sementara di level masyarakat sipil, hal ini juga harus menjadi perhatian NU, Muhammadiyah, dan kelompok lain. Terutama, organisasi yang memiliki banyak lembaga pendidikan," tutur Gus Rozin.

Bukan Pesantren

Gus Rozin juga menegaskan, kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh Herry Wirawan (HW) itu terjadi di Rumah Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda, Bandung. Lembaga pendidikan itu bukan pesantren.

Baca juga : Promo Kerja Sama Pendidikan, Dubes RI Di Bangkok Rangkul Kampus Khon Kaen

Menurutnya, rumah tahfiz berbeda dengan pesantren yang menyediakan pengajian kitab kuning dan memiliki masjid di dalamnya.

“Kita harus membedakan antara pesantren dan rumah tahfiz,” tegas Gus Rozin. [HES]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.