Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Urgensitas Presidential Threshold

Rabu, 29 Desember 2021 00:05 WIB
Prof Dr Muhammad Fauzan. (Foto: ist)
Prof Dr Muhammad Fauzan. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Revolusi ketatanegaraan yang terjadi pada awal dekade 1990-an yang ditandai dengan perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam banyak hal telah “melahirkan” konsep, dan ide baru bagi bangsa Indonesia dalam berhukum tatanegara. 

Beberapa kebaruan dalam UUD 1945 hasil amandemen antara lain, diadopsinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 6A ayat (1) yang menyebutkan:

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Kemudian dalam ayat (2) disebutkan: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Beralihnya mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak bisa dipisahkan dari kesepakatan MPR sebelum melakukan perubahan terhadap UUD 1945, yakni mempertegas sistem pemerintahan presidensial. 

Baca juga : Presidential Threshold Tak Bisa Dihapus

Sebagaimana diketahui, dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah kuat, sehingga tidak dapat diberhentikan secara mudah karena faktor-faktor politik, seperti halnya dalam sistem parlementer.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 6A ayat (5) UUD 1945, telah diundangkanlah beberapa undang-undang yang mengatur tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, antara lain, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Lalu, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang “memperkenalkan” presidential threshold. 

Hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 5 ayat  (4) UU No. 23 Tahun 2003 yang menyebutkan: pasangan calon hanya dapat diusulkan partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.      

Baca juga : Tangani Omicron, Luhut Pakai Jurus Threshold

Kemudian Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, yang menentukan: pasangan calon diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 

Terakhir dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 menentukan: pasangan calon diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. 

Dalam perkembangannya, ketentuan mengenai presidential threshold telah mengakibatkan banyak perdebatan. Khususnya, berkaitan dengan apakah ketentuan presidential threshold bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak?

Secara harfiah ketentuan ketentuan mengenai presidential threshold dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 memang tidak dijumpai. Namun, jika melihat ketentuan Pasal 8 ayat (3) ketentuan mengenai ambang batas dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) secara tersirat bukan merupakan hal “yang diharamkan,” karena ketentuan Pasal 8 ayat (3) menyebutkan: 

Baca juga : Parpol Kuat, Rakyat Senang

Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. 

Selambat-lambatnya 30 hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Berdasarkan hal tersebut, khususnya dari kalimat meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, dapat disimpulkan, ketentuan mengenai presidential threshold, sebenarnya bukan merupakan sesuatu yang  dilarang. 

Yang menjadi persoalan sebenarnya hanya terkait dengan besaran jumlah persentase dari presidential threshold, dan itu merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy). Sehingga hal tersebut sangat tergantung pada mekanisme pembentukan undang-undang.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.