Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Kalau KPK Dkk Tak Berbenah Total

Wajah Hukum Makin Bopeng

Minggu, 2 Januari 2022 07:35 WIB
Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita. (Foto: Istimewa)
Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Bakal seperti apa wajah hukum negeri ini di tahun 2022? Sejumlah profesor menilai, kondisi penegakan hukum selama ini sudah menukik ke jurang. Agar tidak sampai jatuh ke dasar, harus segera diperbaiki. Untuk itu, para lembaga penegak hukum seperti KPK, Polri, Kejaksaan, dan yang lainnya, harus segera berbenah total.

Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita menjelaskan, hukum berjalan berbarengan dengan kekuasaan. Sebab, hukum harus ada yang menjalankan, yaitu yang diberi amanat sesuai undang-undang.

Baca juga : Menkes Target 208 Juta Warga Divaksin Lengkap

“Kejaksaan, Polri, KPK, termasuk advokat, itu penegak hukum, karena ada Undang-Undang Advokat. Hukum tergantung mereka ke depan, bagaimana hari ini dan kemarin,” kata Prof Romli, saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Terkait KPK, Romli melihat, sebelum era sekarang, kerjanya bikin jengkel. Sebab, kerja KPK terlihat serampangan. Makanya, revisi UU KPK pada 2019 dianggapnya sebagai langkah positif. Sekalipun, UU ini kemudian membuat Novel Baswedan Cs keluar dari KPK karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Baca juga : Kejagung, KPK, DPR Dukung, Hukuman Mati Koruptor Tunggu Apa Lagi?

Anggota Tim Perumus UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 30/2002 tentang KPK ini, mengaku paling bersemangat merevisi UU KPK Nomor 30/2002 menjadi UU Nomor 19/2019. Di UU baru tersebut, fokusnya pencegahan. “Pencegahan harus dikedepankan, jangan sampai korupsi,” beber pakar hukum berusia 77 tahun itu.

Romli melanjutkan, sistem pencegahan bukan cuma di persoalan korupsi, tapi juga tindakan kejahatan lainnya. Penyalahgunaan narkoba misalnya. Saat ini, kata dia, penjara penuh oleh narapidana narkoba. Jumlahnya mencapai 75 persen. Masalah ini harus diselesaikan dengan pencegahan. Sebab, hukum tidak selesai setelah diciduk kemudian dijebloskan ke penjara. “Kalau begitu terus, penjara penuh dong,” papar Romli.

Baca juga : Bamsoet: Formula-E Tak Boleh Di Monas Dan GBK, Masalah Hukum Urusan KPK

Kendati demikian, lanjutnya, bukan berarti menihilkan penindakan. Penindakan tetap ada, tapi yang sifatnya kejahatan terorganisir. Kalau cuma tindak pidana pencurian, penggelapan, dan penipuan, dia bilang pencegahan lebih konkret. “Kalau pencegahan tidak mampu, baru penindakan. Jadi harus diubah,” tegas mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM itu.

Menurutnya, negara tekor apabila pelaku tindak pidana receh harus digiring ke penjara. Uang negara akan terkuras untuk memberi makan napi. Belum lagi harus mendirikan Lapas baru, karena Lapas yang lama sudah penuh. Karena itu, lebih baik dilakukan pencegahan. Anggaran untuk memberi makan napi tadi dialihkan untuk menyejahterakan aparat penegak hukum.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.