Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ekonomi Pulih

Tanda-tandanya Mulai Kelihatan

Minggu, 2 Januari 2022 07:50 WIB
Ilustrasi suasana bongkar muat barang terlihat dari Cilincing, Jakarta, Jumat (31/12/2021). Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi 2022 membaik ditandai dengan pelaksanaan APBN 2021 sesuai perencanaan serta kinerja pendapatan dan belanja negara yang positif mengindikasikan pemulihan ekonomi terus berlanjut. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
Ilustrasi suasana bongkar muat barang terlihat dari Cilincing, Jakarta, Jumat (31/12/2021). Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi 2022 membaik ditandai dengan pelaksanaan APBN 2021 sesuai perencanaan serta kinerja pendapatan dan belanja negara yang positif mengindikasikan pemulihan ekonomi terus berlanjut. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

RM.id  Rakyat Merdeka - Seperti apakah nasib ekonomi Indonesia di tahun 2022? Banyak yang optimis ekonomi bakal pulih. Tanda-tandanya sudah kelihatan, meski tantangannya tidak ringan.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core), Mohammad Faisal melihat tanda-tanda pemulihan itu sejak tahun lalu. Di tahun baru ini, prediksinya akan lebih baik lagi.

Baca juga : Pita Putih Indonesia Fokus Edukasi Kesehatan Ibu Dan Anak

“Pertumbuhannya juga akan lebih tinggi. Kalau tahun lalu 3,6-4 persen, di 2022 bisa 4-5 persen,” prediksi Faisal, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Hanya saja, Faisal menyebut tantangan yang dihadapi juga besar. Dia menyebut tiga hal. Pertama, ekonomi global yang tidak seperti 2021. Jika tahun lalu harga komoditas luar biasa tinggi, serta pertumbuhan ekonomi China dan Amerika Serikat (AS) melesat, rasa-rasanya tahun ini tidak terulang. Dampaknya, akan mempengaruhi ekspor.

Baca juga : Tanpa Pungutan Sampai Ke Kamar

Kedua, ruang fiskal yang makin ketat karena menekan defisit sekecil mungkin. Terlihat dari rencana kenaikan sejumlah kebutuhan pokok, seperti BBM, tarif dasar listrik, elpiji, dan pajak. Ketiga, dari sisi moneter. Faisal menduga, akan ada kenaikan tingkat suku bunga. Hal ini menyusul bank sentral Amerika, The Fed yang menyatakan akan menaikkan suku bunga acuannya sampai tiga kali.

“Jadi, secara tantangan akan sangat besar dari tiga faktor itu. Internasional sudah tidak seperti tahun 2021. Dari harga komoditas, pertumbuhan di China dan Amerika juga mulai melambat. Kebijakan fiskal dan moneter juga mengetat tahun ini,” beber Faisal.

Baca juga : UMKM Masih Hadapi Banyak Hambatan

Hal senada dikatakan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira. Dia memprediksi, ekonomi tahun ini berkisar di rentang 4,5-5 persen. Namun, tantangannya lebih kompleks ketimbang 2021. Dari rencana kenaikan sejumlah kebutuhan pokok di atas, inflasi bisa tembus 5 persen. Sementara kenaikan upah hanya 1 persen.

Kata Bhima, tapering off juga bisa mengganggu stabilitas moneter di dalam negeri. Gambarannya, dana asing keluar dapat mengguncang sektor keuangan, disertai depresiasi nilai tukar, dan mengerek suku bunga pinjaman. Kebijakan pajak yang agresif, seperti kenaikan PPN 11 persen, kenaikan cukai, dan Tax Amnesty jilid II akan menimbulkan perebutan dana pemerintah dengan perbankan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.