Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Mahkamah Konstitusi Dulu Dan Sekarang

Selasa, 4 Januari 2022 13:01 WIB
Hudson Hutapea (Foto: Istimewa)
Hudson Hutapea (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Oleh: Hudson Hutapea

Pada 18 tahun lalu, tepatnya 13 Agustus 2003, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) disepakati bersama oleh Pemerintah dan DPR dan disahkan dalam Sidang Paripurna DPR. UU itu lalu ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri ketika itu dan dimuat dalam Lembaran Negara, kemudian diberi nomor menjadi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

Baca juga : Tepat, Langkah Polri Pertimbangkan Legitimasi Hukum Dan Sosial

Kelahiran MK pada pasca-amandemen UUD 1945 membawa Indonesia ke arah demokrasi yang lebih baik. Eksistensi MK bertugas secara khusus menjaga martabat UUD 1945 sebagai norma tertinggi di Indonesia sehingga setiap tindakan yang berkaitan dengan konstitusi diuji secara khusus pula di MK. Selain itu, posisi MK dalam struktur kelembagaan negara sebagai lembaga yang sejajar dengan MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, dan KY telah mempertegas bahwa lembaga ini yang memiliki otoritas tertinggi dalam koridor kewenangannya.

Pada awal pembentukannya sampai saat ini, MK berdasarkan Pasal 24 UUD 1945 juncto Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi memiliki empat wewenang dan satu kewajiban. Wewenang tersebut adalah menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberika UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan kewajibannya adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945 . Selain itu, putusan dari Mahkamah Konstitusi pun bersifat final sehingga tidak bisa dilakukan upaya hukum lain.

Dari sejak berdiri tahun 2003 sampai dengan tahun 2021, MK telah menangani 1.501 perkara pengujian undang-undang, dengan amar putusan yang dikabulkan sebanyak 280, ditolak sebanyak 532, tidak diterima sebanyak 486. Hal ini menunjukkan bahwa undang-undang sebagai corong hukum dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara juga memiliki potensi yang besar melanggar atau merugikan hak-hak konstitusional warga negara. Maka dari itu, amatlah penting peran Mahkamah Konstitusi dalam rangka melindungi dan menjaga hak-hak konstitusional warga negara dari keberlakuan suatu ketentuan undang-undang.

Baca juga : Bahasa Asing Yang Penting Untuk Dipelajari Anak Mulai Dari Sekarang

Positive Legislature MK
Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 mewajibkan hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat. Salah satu caranya dengan rule breaking dalam konteks menempatkan keadilan di atas teks norma yang ada. Putusan positive legislature sangatlah penting dalam pengembangan hukum ketatanegaraan ke depan. Hakim MK membuat putusan yang bersifat positive legislature sebagai perwujudan dari diskresi hakim yang tidak dapat digolongkan sebagai intervensi terhadap ranah legislasi.

Kekuatan mengikat putusan MK berbeda dengan putusan pengadilan biasa. Tidak hanya meliputi pihak-pihak berperkara (interpartes), yaitu pemohon, pemerintah, DPR/DPD ataupun pihak terkait yang diijinkan memasuki proses perkara, tetapi juga putusan tersebut juga mengikat bagi semua orang, lembaga negara, dan badan hukum dalam wilayah Republik Indonesia. Berlaku sebagai hukum sebagaimana hukum diciptakan pembuat undang-undang. Hakim MK dikatakan sebagai negative legislator yang putusannya bersifat erga omnes, yang ditujukan pada semua orang.

Melalui putusan jenis positive legislature ini, Hakim Konstitusi dapat melakukan inovasi, penemuan, dan terobosan dalam membuat putusan, sepanjang putusan tersebut dilandasi argumentasi kuat untuk memberikan keadilan dan kemanfaatan dalam masyarakat. Artinya, pelanggaran terhadap undang-undang sangat dimungkinkan, selagi pelanggaran itu dilakukan agar putusan MK memenuhi keadilan subtantif masyarakat dan mencegah terjadi kekacauan dalam masyarakat.

Baca juga : Gerindra Bidik 12 Kursi DPRD Kabupaten Pemalang

MK memiliki fungsi positive legislature dalam putusan-putusannya dapat dilihat pada tiga putusan MK, yaitu Putusan MK Nomor 46/PUUVIII/2010 tentang Pengujian Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, Putusan MK Nomor 110-111-112-113/PUU-VII/2009 tentang Penghitungan Suara Pada Pemilu Legislatif 2009. Konsep positive legislature ini telah sesuai dan mencerminkan rasa keadilan berdasarkan argumentasi, yang putusan yang bersifat mengatur tersebut didasarkan pada pertimbangan hukum, filosofis dan sosiologis yang tidak terlepas dari penafsiran hukum.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.