Dark/Light Mode

Kembali Ke Tradisi: Tawaran Sukidi

Minggu, 23 Januari 2022 20:30 WIB
Pemikir Muhammadiyah, Sukidi (Foto: Istimewa)
Pemikir Muhammadiyah, Sukidi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Oleh: Kamil Alfi Arifin

Tawaran Sukidi untuk kembali ke tradisi, sebagaimana disampaikan dan ditegaskannya kembali dalam acara “Studium General: Menimbang Tradisi Sebagai Basis Tajdid Pemikiran Islam di Era Baru” yang diselenggarakan Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Rabu, 19 Januari 2022), penting untuk kita cermati.

Penekanannya, pada tradisi ini sangat menarik karena, pertama, dilontarkan oleh seorang Sukidi yang notabenenya adalah pemikir Muhammadiyah. Kedua, Sukidi sebagai generasi penerus (yang mungkin bahkan melampaui) salah seorang raksasa pemikir pembaharu Islam Indonesia: (alm.) Nurcholish Madjid atau Cak Nur. Kita bisa memahami tawaran penting Sukidi itu sebagai kritik terhadap gerakan pembaharuan Islam yang selalu menyerukan slogan “kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah”.

Selama ini, kita melihat, gerakan pembaharuan Islam yang menekankan bentuk purifikasi atau pemurnian agama memang selalu mengupayakan kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah secara literlek. Apa yang berbunyi dalam Al-Qur’an dan Sunnah ingin dihidupkan dan diwujudkan sepenuhnya dalam realitas kehidupan umat Islam. Itulah ideal masyarakat Islam menurut mereka.

Baca juga : Kader Golkar Kembali Kena OTT, KPK: Kami Tak Mengejar Warna

Sementara, gerakan pembaharuan Islam yang menekankan bentuk modernisasi, juga selalu mengupayakan perlunya membaca ulang Al-Qur’an dengan cara yang rasional. Tetapi intinya, keduanya, sama-sama menekankan pada pentingnya teks Al-Qur’an dan Sunnah sebagai basis dari gerakan pembaharuan Islam. Dengan kata yang lebih tegas, keduanya berangkat dari semangat dan seruan yang serupa: kembalilah ke teks. Kembali ke teks sebagai solusi dan panasea untuk mengatasi problem-problem ketertinggalan dan kemunduran Islam dalam menghadapi tantangan-tantangan modernitas.

Kebisuan Teks
Padahal, menurut Sukidi, kembali ke teks atau kembali ke Al-Qur'an dan Sunnah itu adalah tindakan yang sulit, kalau bukan sia-sia. Al-Qur’an dan Sunnah adalah teks yang bisu, diam, dan penuh ambiguitas. Bahkan tanpa makna. Makna dalam Al-Qur’an sebagai teks adalah produk dari tradisi. Tanpa tradisi, Al-Qur’an dan Sunnah sebagai teks, kata Sukidi, have no meaning. Kita hanya bisa memahami Al-Qur’an sebagai teks, dengan bantuan tradisi.

Pertanyaannya, apa yang dimaksud tradisi—menurut Sukidi?
Sukidi mengatakan bahwa dia ingin merevitalisasi kata tradisi yang selama ini, dalam wacana pembaharuan pemikiran keislaman, seperti mengalami reduksi menjadi simbol kejumudan semata. Tradisi dilawankan secara peyoratif dengan kemodernan. Yang satu, identik dengan ketertinggalan dan kebekuan. Yang kedua, identik dengan kemajuan dan progres. Kita, saat ini, kata Sukidi, harus me-reinventing tradisi. Tradisi harus menjadi kata kunci dalam pembaharuan Islam di era yang baru.

Dalam pengertian Sukidi, tradisi adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat teks, orang-orang yang bergumul dengan teks, metode, habit of thinking, dan lain sebagainya. Makna dalam Al-Qur’an hanya hadir ketika ada interaksi secara intens dan historis antara teks Al-Qur’an dengan komunitas penafsir. Dengan kata lain, tradisi yang dimaksud Sukidi dalam hal ini merujuk ke tradisi penafsiran Al-Qur’an dari komunitas dan generasi penafsir dalam khazanah Islam yang begitu sangat kaya.

Baca juga : Kebut Vaksinasi, Kepala Daerah Punya Peran Penting

Mengapa Tradisi, Bukan Teks?
Dengan kembali ke tradisi, kita akan melihat bahwa Al-Qur’an, kata dia, memiliki kekayaan pemaknaan. Ada keberagaman penafsiran. Makna dalam Al-Qur’an sebagai teks itu bersifat multivocality. Terlalu berbahaya jika kembali ke teks. Kembali ke teks sebetulnya hanyalah kembali penafsiran juga, bahkan barangkali kembali ke pengabsolutan satu pemaknaan semata.

Padahal, pemaknaan yang manakah yang paling benar di sisi Tuhan? Kita, menurut Sukidi, tidak memiliki bukti. Sebab itu, kita tak pernah benar-benar bisa kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah dengan mudah. Sepeninggal nabi, tak ada yang punya akses sepenuhnya untuk bisa memahami pikiran atau hukum Tuhan secara absolut benar melalui teks-teks kitab sucinya. Teks hanyalah teks. Kita hanya memiliki bukti: kekayaan pemaknaan dalam tradisi. Itu yang kita punya untuk memahami Al-Qur’an sebagai teks.

Hal ini juga yang menarik dari Sukidi. Sukidi tidak menunjukkan mengenai kekayaan pemaknaan Al-Qur’an sebagai teks dengan menggunakan kerangka perspektif dan metodis yang datang dari luar Islam seperti hermeneutika, semiologi atau semiotika dan lain sebagainya yang memperkenalkan mengenai gagasan tentang kebebasan pemaknaan dalam membaca teks: tidak ada makna bawaan (innet meaning) dalam teks, teks selalu terbuka terhadap pemaknaan, pengarang sudah mati—sebagaimana dilakukan banyak sarjana Muslim modern.

Sukidi menunjukkan itu semua dengan menggunakan tradisi, tradisi penafsiran Al-Qur’an yang begitu kaya dalam khazanah Islam yang dilakukan oleh para interpreter atau generasi masyarakat muslim yang serius dan tekun bergumul dengan teks Al-Qur’an (mulai dari tafsir awal Islam, tafsir klasik, tafsir modern) dalam sepanjang sejarah. Tradisi itu dipandang sangat penting untuk menjadi basis dari pembaharuan Islam di era yang baru. Bukan teks sebagaimana dilakukan oleh gerakan pembaharuan Islam sebelumnya.

Baca juga : Tradisi Keagamaan Berkeindonesiaan (2)

Dalam gerakan pembaharuan keislaman yang selalu menyerukan slogan kembali ke teks, ada kecenderungan untuk mengabsolutkan satu penafsiran di satu sisi, tapi juga kecenderungan tidak mengapropriasi (kalau bukan mengabaikan) kekayaan penafsiran dalam khazanah Islam di sisi yang lain. Kecenderungan seperti ini memang khas semangat modernisme yang ingin menguniversalkan dan menonjolkan satu pemaknaan tunggal, dengan menyisihkan penafsiran-penafsiran lainnya yang beragam.***

Penulis: Peneliti di Mindset Institute dan mengajar paruh waktu di UII Yogyakarta

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.