Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Peradi Jaksel Gugat Pasal Tentang Keterbatasan Advokat Dampingi Saksi

Senin, 25 April 2022 13:54 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Selatan memprotes ketentuan yang melarang advokat mendampingi klien yang berkedudukan sebagai saksi pada setiap tingkat pemeriksaan.

Baik itu dilakukan kepolisian, kejaksaan, terlebih KPK, dengan berdasarkan ketentuan Pasal 54 KUHAP yang tidak mengatur adanya frasa 'saksi'. Alhasil, advokat hanya bisa mendampingi klien yang hanya berstatus tersangka dan terdakwa.

Ketua Peradi Jakarta Selatan Octolin Hutagalung mengatakan, profesi advokat memberikan jasa hukum dilindungi dan dijamin Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Advokat.

Baca juga : Lewat Pasar Tani, Kementan Terus Kawal Ketersediaan Pangan Di Kalsel

"Hal ini yang mendasari kami mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konsitusi, dengan menunjuk para advokat tergabung dalam PBH Peradi Jakarta Selatan sebagai kuasanya," kata Octolin dalam keterangannya, Senin (25/4).

Dia bercerita, selama 41 tahun berlakunya KUHAP, para advokat mengalami hambatan dalam menjalankan profesinya. Karena itu pihaknya merasa perlu memperjuangkan hak konstitusional para advokat untuk kepentingan pribadi, anggota dan semua advokat di seluruh Indonesia.

"Keluhan-keluhan para advokat dalam membela kliennya yang masih dalan status tersangka sudah banyak terjadi, terutama di KPK. Namun seoran advokat seakan tidak berdaya untuk memaksakan diri untuk medampingi kliennya," tuturnya.

Baca juga : Puan Tegaskan Semangat KAA Tetap Relevan Dukung Kemerdekaan Palestina

Padahal dijelaskannya, hak saksi untuk mendapat nasihat hukum, pembelaan hukum termasuk bantuan hukum dijamin dalam berbagai ketentuan perundang-undangan. Misalnya UU HAM, UU Perlindungan Saksi dan Korban dan UU Kekuasaan Kehakiman.

"Hak tersebut diberikan semata-mata sebagai bentuk perlindungan hukum dan HAM agar tidak menimbulkan potensi seorang saksi akan mendapatkan tekanan, paksaan, bujuk rayu, dan ancaman kekerasan. Baik bersifat fisik maupun psikis sewaktu diperiksa untuk mendapatkan keterangan, informasi, maupun pengakuan," tambah Octolin.

Bahkan, fenomena yang kerap berulang saksi tak lama dimintai keterangan lalu ditetapkan tersangka. "Hal ini jelas merugikan hak hukum seorang saksi," tegasnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.