Dark/Light Mode

Jokowi & Anies Kolaborasi Politik Akal Sehat

Rabu, 27 April 2022 11:58 WIB
Wakil Ketua Umum KAHMI JAYA, Muhammad Syukur Mandar
Wakil Ketua Umum KAHMI JAYA, Muhammad Syukur Mandar

RM.id  Rakyat Merdeka - Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri, penggalan kata bijak Bung Karno  (the founding fathers) ini mencerminkan raut wajah kusamnya politik Indonesia hari ini.  

Berbagai diskursus politik yang mengarahkan kita pada sebuah tatanan politik perpecahan sedang disetting dan mengemuka. Tidak tanggung-tanggung, dalil-dalil politik yang diboyong sebagai pendulum isu dan opini penyurut kebencian sangat kuat dan keras,  pro kontra kebhinekaan, pro dan anti Pancasila, agitasi isu intoleran dan isu SARA lainnya oleh mereka para pembuli media sosial dicatatkan dengan tinta kebencian di halaman depan buku persatuan Indonesia. 

Narasi persatuan dan politik kebangsaan kita sedang berusaha untuk didegradasi oleh isu perpecahan dan pertikaian kelompok yang terbelah karena faksi politik disetiap pemilu. Ada semacam penyakit sosial yang menggejala, bahwa pemilu seolah-olah adalah simbol dinyalakannya kebencian antara masing-masing pendukung calon presiden yang berkompetisi.  Padahal sejatinya pemilu memang menciptakan ruang untuk kita berbeda dalam menentukan pilihan masing-masing.

Sudah waktunya wajah politik Bangsa Indonesia ini didedikasikan dengan gaya politik beretika dan mendahulukan kesantunan sebagai fondasi keutamaan berbangsa. Kita berharap, hal ini dimulai dari dan oleh mereka yang hari ini diberi seragam negara untuk bertindak sebagai simbol abdi dan atau penyelenggara negara.  Mereka (elite negara) harus menjadi pelaku yang melekatkan persatuan, bukan pelaku yang sebaliknya meretakkan persatuan dan kesatuan Bangsa.  Seharusnya didalam pikiran mereka elite negara adalah bagaimana nasib dan kelangsungan bangsa ini dirawat dalam cita-cita besarnya, yaitu berkeadilan sosial dan tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan pada soal lain yang berpotensi merusak trust rakyat pada mereka.

Baca juga : Tangkap Ade Yasin, KPK Sita Sejumlah Uang

Indonesia ini bangsa besar, bangsa yang punya peradaban dan tumbuh dari keluhuran adat dan budaya nusantara yang beragam dan padat nilai, adat dan budaya berbasis melayu yang titik tumpunya pada adab dan kesantunan. Maka memang, sudah semestinya kekuatan akal sehat, kesantunan politik mendominasi ruang lingkup perpolitikan kita. 

Adab dan kesantunan itu harus menjadi pranata utama dalam merajut interaksi sosial politik sesama anak bangsa,  Berbagai perbedaan pandangan dan sikap politik semua unsur anak bangsa, dimulai dari partai politik, elite penyelenggara negara (Pimpinan DPR, DPD, Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota), sampai pada masyarakat haruslah pada batasan diskursus politik tentang dinamika dan dialektika kebangsaan semata.  Harus ditumbuhkan kesadaran kolektifitas kita tentang pentingnya persatuan sebagai kata kunci ber-Indonesia.  Sebab, itulah diskursus politik yang merusak ekosistem bernegara, semacam perpanjangan periode, penundaan pemilu,  semestinya tidak mendapatkan tempat dalam diskursus politik kita, apalagi diproduksi oleh elite negara yang diberi amanah, sebab itu sangat potensial merusak kenormalan kita hidup berbangsa dan bernegara.
 
Ekosistem bernegara harus terus dirawat dan dijaga keseimbangannya,  karena itu penting dan diperlukan oleh kita, adanya peran kekuatan oposisi dalam negara sebagai perwakilan peran penyeimbang,  tetapi yang lebih penting dari itu juga adalah, adanya peran Tokoh-Tokoh Utama  di front line politik untuk ambil bagian menjadi peletak semangat pemersatu dari semua pembedaan yang diruncingkan dan tajam dimasyarakat.  Sebab suka tidak suka, setiap faksi perbedaan dimasyarakat selalu diasosiasikan dengan sikap tokoh. Situasi itulah yang dirasakan dalam suasana kebathinan masyarakat Indonesia saat ini. Rakyat dirisaukan dengan isu dan opini pemecah belah persatuan kita, di mana indahnya perbedaan sengaja dikelola menjadi potensial pembedah-pemecah, dan kerakkali lakonnya diasosiasikan dengan posisi politik tokoh-tokoh utama, seperti Jokowi dan Anies Baswedan yang hari ini menjadi jagat perhatian rakyat.  

Pertemuan Jokowi dan Anies dimedan peninjauan sikuit Formula E, secara tidak sengaja telak memukul runtuhkan kecurigaan dan amarah mereka yang benci Anies dengan seolah-olah mereka adalah represanteasi pendukung Jokowi.  Sebaliknya, Mereka yang benci Jokowi dengan merepresentasikan sebagai pendukung Anies,  akan tergelitik dan tersimpuh malu ketika melihat Jokowi Anies bertemu dalam suasana akrab, bertutur sapa, jabat tangan dan mendialogkan kesiapan Formule E, yang selama ini diopinikan tidak didukung Jokowi.  

Pertemuan Jokowi Anies dimedan Formula E, membantah semua pesan-pesan pembeda yang selama ini dinarasikan tentang disharmoni Jokowi Anies yang nyaris menipiskan kebalkan kuping kita. Bahkan sebagian lainnya sudah pongah dan teridap hasutan tersebut, sehingga dengan mudah menjalar dan merusak  narasi akal sehat.   

Baca juga : Gus Yaqut Belajar Politik Tanpa Baper

Pertemuan Jokowi Anies diajang peninjauan Formula E itu, saya maknai sebagai pemantik dan pengakhiran politik ketegangan antara kubu Jokowi dan kubu Anies yang sengaja diciptakan. Pertemuan Jokowi Anies juga punya magnet dan daya tekan kuat, berpotensi  memecahkan gumpalan opini sentimentil dan meruntuhkan bangunan kebencian yang dibangun para pendulum kebencian, sebaliknya pertemuan itu menandai dimulainya suatu era keadaban politik pemersatu. 

Pertemuan Jokowi Anies juga membuka dan membongkar kotak pandora yang didalamnya berisi sentiment, hasutan dan politik kebencian yang sengaja disimpan rapat bagai bara api dalam sekam, di mana sewaktu-waktu akan diledakan atau meledak karena daya tahan persatuannya mulai rapuh. Pertemuan itu setidaknya membuat kita lega, karena kecurigaan dan amarah yang dibangun para pembuli Jokowi maupun pembuli Anies, terbantahkan dan bahkan pertemuan itu menepis dan meniadakan lagi pembatas kebencian antara Jokowi Anies yang sengaja dibangun. 

Pertemuan Jokowi Anies bagi saya adalah sebagai  pembuka percakapan baru yang beraroma penyatuan dan merajut kembali persatuan sesama anak bangsa, meskipun tidak secara eksplisit dalam pertemuan itu Jokowi Anies mengucapkannya dengan kata-kata. Yang utama dan paling pokok dari pertemuan itu adalah mengakhiri dan bahkan menghentikan upaya keras orang-orang yang atas nama pendukung Jokowi, yang berusaha terus-menerus mengencangkan tekanan isu dan opini politik bahwa  Formule E adalah proyek mega skandal korupsi yang dilakukan Anies.  Sebaliknya, kecurigaan bahwa Jokowi tidak mendukung Formula E juga ikut cair dari kebekuan opininya yang dilakukan oleh mereka pembenci Jokowi yang seolah-olah merepresentasikan pendukung Anies.  

Padahal, proyek Formule E pada sudut pandang dan esensinya, adalah kontestasi balapan bergengsi yang sedang disiapkan dan dihelat Anies untuk membesarkan, mengharumkan dan membuat pengakuan dunia pada Indonesia. Tentu saja langkah dan sikap Jokowi sebagai Kepala Negara, meninjau dan memastikan terselenggaranya ivent berkelas internasional dan mempertaruhkan reputasi Indonesia adalah langkah tepat, dan sebagai sebuah ikhtiar yang sangat baik, Jokowi berkunjung dan memastikan segala sesuatunya terselenggara dengan baik. Dengan begitu jelas dan terang bahwa Jokowi Anies tidak menyimpan ketegangan hubungan, sebaliknya mereka menjadi pendulum kuat bagi tegaknya persatuan dan kebhinekaan Indonesia. (***).

Baca juga : Dewi Persik: Ayo Vaksin Booster, Biar Tambah Sehat!

Penulis: Muhammad Syukur Mandar
Wakil Ketua Umum KAHMI JAYA

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.