Dark/Light Mode

Menggeser Keyakinan Politik

Kamis, 27 Januari 2022 06:44 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemilu 2024 mulai panas. Mesin partai dihidupkan. “Jual-beli” mulai ramai. Di media sosial ada banyak tagar untuk tidak memilih partai A atau ajakan menumbangkan partai B.

Berhasilkah? Menarik ditunggu. Hanya saja, tagar-tagar itu diluncurkan cenderung hanya untuk memperkuat “iman politik” para pendukung yang memang sudah menjadi pemilih tradisionalnya.

Baca juga : Lagi-Lagi Impor

Bisakah merangkul pendukung baru? Ini pekerjaan penting. Tidak mudah. Karena, selama ini, orang cenderung mempercayai apa yang ingin mereka percayai. Cenderung mengikuti apa yang mereka pilih saat pemilu sebelumnya.

Kita ambil contoh. Pendukung Jokowi dan bukan pendukung Jokowi. Dalam kasus pindah ibu kota negara ke Kalimantan misalnya.

Baca juga : Perdebatan Nusantara

Pendukung Jokowi akan setuju. Yang bukan pendukung Jokowi, tidak setuju. Tidak peduli lagi, apa alasan sebenarnya. Tidak perlu lagi mengecek seberapa baik atau buruknya. Tidak perlu lagi melihat dasar ilmiahnya.

Dalam kasus Formula E di Jakarta, sama saja. Pendukung Anies akan setuju. Sebaliknya, yang bukan pendukung Anies, tidak setuju, minimal “sangat ekstra kritis”.

Baca juga : Kaderisasi Korupsi

Dalam isu lain, polanya akan tetap sama. Misalnya, isu pelaporan dua anak Presiden ke KPK, penyebutan beberapa kasus di DKI Jakarta, isu lingkungan hidup, radikalisme, nuklir, dan sebagainya, pola dukungannya akan tetap sama.

Artinya, di Indonesia sudah terbentuk “spesies” keyakinan politik atau ideologi. Ini bisa bertahan lama. Sampai beberapa pemilu.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.