Dark/Light Mode

Larang Pakai Atribut NU

Gus Yahya Bisa Picu Gerakan Anti PBNU Lho

Senin, 8 Agustus 2022 08:00 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf. (Foto: Istimewa)
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf meminta tokoh yang mau maju dalam Pemilu 2024, menanggalkan atribut identitas. Jangan sampai identitas dipakai sebagai senjata meraih kemenangan. Termasuk identitas Nahdlatul Ulama (NU).

Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, imbauan Bos NU ini terlalu berlebihan. Sebab, tak mungkin Pemilu 2024 tak akan ada partai maupun tokoh yang tidak membawa identitas NU. “NU itu identitas kultural dan modal banyak tokoh dalam berkompetisi,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dikatakan, tokoh yang sudah berkhidmat puluhan tahun di NU baik yang lokal di basis massa NU di berbagai daerah, maupun yang sudah menasional sekelas Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa; Menteri Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD; Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan lainnya, mau tidak mau, akan menegaskan sebagai kader NU.

Baca juga : Imin Susah Jualan NU

Diingatkan, NU itu sudah menjadi bagian dari identitas kultural masyarakat Indonesia. Andai tidak ada Yahya Staquf, atau PBNU pengurus periode saat ini, NU tetap saja ada, dengan pilihan corak beragama, dan berpolitik yang khas.

“Dengan demikian, tidak bisa larangan menggunakan identitas NU dalam politik. PBNU juga bukan pemilik tunggal identitas NU. Yahya Staquf berlebihan jika menginstruksikan hal semacam ini,” terang Dedi.

Soal atribut, secara teknis memang tidak boleh membawa bendera NU atau melibatkan struktural PBNU, mungkin masih bisa diterima. Tetapi, atribusi kultural yang melekat kepada tokoh tidak mudah dilepas dan tak bisa disalahkan.

Baca juga : Kabar Baik Untuk Yang Namanya Agus, Bisa Sunat Gratis Di Bulan Ini

Menurutnya, NU itu bukan hanya soal organisasi bagi masyarakatnya. NU berbeda dengan jamiyyah organisasi lain. “Justru, jika elit PBNU membuat larangan semacam ini, bisa terjadi gesekan. Termasuk gerakan anti-PBNU dari nahdliyin, karena terlalu mendikte urusan privat,” ujarnya.

Nahdliyin, lanjut Dedi, boleh dan mungkin harus memberi catatan soal kriteria dan platform calon pemimpin mereka untuk didesakkan kepada partai politik. Tidak salah jika nahdliyin memilih calon yang dekat dengan mereka. Atau calon yang basis ideologi dan kultural serupa.

“Masyarakat NU punya kebebasan yang sama dengan masyarakat lainnya, termasuk mempromosikan kandidat yang menurut sebagian mereka layak diperjuangkan,” urainya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.