Dark/Light Mode

Stop Politik Identitas Jelang Pemilu 2024

Kamis, 18 Agustus 2022 17:18 WIB
Dosen Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana Heri Budianto/Ist
Dosen Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana Heri Budianto/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Direktur Eksekutif Indonesian Muslim Crisis Center (IMC2) Robi Sugara mendukung sikap tegas Presiden Jokowi terhadap politik identitas yang berpotensi menciptakan polarisasi di masyarakat. 

Menurut Robi, politik identitas telah menciptakan polarisasi sosial yang memiliki kekuatan untuk merusak tiang-tiang kebangsaan. 

Hal ini terlihat saat Pilpres 2019 dan Pilkada, masyarakat dipecah menjadi dua kelompok dan saling menyalahkan.

“Politik identitas dan politisasi agama ternyata meningkatkan partisipasi pemilih. Bahkan, politik identitas atau politisasi agama diaktifasi oleh partai politik. Jadi, pesan Jokowi harus diarahkan ke sejumlah partai politik,” kata Robi, Kamis (18/8). 

Seperti diketahui, Presiden Jokowi memberikan peringatan keras kepada peserta Pemilu 2024 agar ke depan tidak menggunakan politik identitas, politisasi agama hingga polarisasi sosial untuk kepentingan pribadi, karena akan memecah belah anak bangsa.

Baca juga : Yussuf Solichien: PKP Tegas Tolak Politik Identitas

Hal itu disampaikan Jokowi saat membacakan pidato pembukaan sidang tahunan bersama MPR, DPR dan DPD, Selasa (16/8). 

Kepala negara berharap, semua pihak mendukung tahapan Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU. Dan seiring proses tahapan itu, masyarakat tidak lagi berdebat dan mempersoalkan politik identitas pada Pemilu mendatang. 

Selanjutnya, Robi yang juga dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyebut, pidato sidang tahunan yang disampaikan presiden dimaksudkan agar Pilpres atau Pemilu 2024 tidak lagi ada yang menggunakan politik identitas dan polarisasi agama. Karena hal tersebut sangat fatal dan mengakibatkan konflik berkepanjangan antaranak bangsa. 

“Pidato Jokowi harus direspons oleh KPU untuk menekan partai politik, yang terbukti menggunakan itu dalam menarik pemilih, harus bisa didiskualifikasi,” tegasnya.

Sementara, Dosen Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana Heri Budianto mengatakan, ketegasan yang disampaikan presiden harus dilakukan oleh para politisi dari tingkat atas hingga tingkat bawah. 

Baca juga : Dibalik Serangan ke Palestina, DPR Curigai Ada Motif Politik Jelang Pemilu Israel

Pasalnya, luka Pilpres 2014 dan 2019 masih terasa hingga saat ini. Masyarakat dibelah menjadi dua, yakni Pancasila dan tidak Pancasila atau cebong dan kampret.

“Apa yang disampaikan presiden itu satu hal yang harus dilakukan, cukup kita dengan dua kali Pilpres 2014 dan 2019 polarisasinya begitu terasa, dan ini harus dilakukan,” kata Heri Budianto saat dihubungi, Kamis (18/8).

Menurut akademisi yang akrab disapa Herbud itu, hasil dari politisasi agama dan politik identitas masih terasa hingga saat ini. 

Artinya, isu-isu agama masih menjadi senjata ampuh para politisi karbitan, sehingga presiden harus menyampaikan hal tersebut karena mengetahui polarisasi seperti itu masih digunakan. 

“Kalau pertanyaannya apakah sudah terasa, kan pasca 2019 sampai hari ini soal isu agama tidak hilang sepenuhnya. Artinya, apa yang disampaikan presiden memang kondisi itu masih ada, bahkan presiden menyampaikan jangan sampai digunakan,” ujarnya. 

Baca juga : Politik Identitas + Agama Yang Dipolitisir = Formula Radikalisasi

Menurut Herbud, untuk menghindari terjadinya politisasi agama dan politik identitas, harus ada fakta politik yang tidak mengusung pasangan calon presiden hanya dua pasangan, tetapi lebih dari itu. 

Pasalnya, dua pasangan sangat berpotensi membuat perpecahan di tengah-tengah masyarakat. 

Herbud menyarankan, seluruh Pemerintah di bawah kepemimpinan presiden, baik itu menteri dan jajarannya sampai kepala daerah harus mewaspadai dan melaksanakan apa yang menjadi arahan presiden untuk melakukan satu gerak langkah. Dan memastikan apa yang disampaikan presiden ini bisa terbukti dan berjalan dengan baik.

Dari aspek kenegaraan seluruh lembaga tinggi, negara harus betul-betul menjalankan ini dan melaksanakan secara serius.

“DPR, DPRD kemudian MPR, DPD juga para tentara nasional Indonesia dan lain sebagainya, harus melaksanakan,” sarannyaâ– 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.