Dark/Light Mode

Berkunjung Ke Sekolah & Klinik Pedalaman Papua

Terisolir, Guru & Suster Semangat Perangi Stunting & Buta Huruf

Selasa, 6 September 2022 18:40 WIB
Caroline Riady (kemeja pink) saat tiba di distrik Korupun, Jumat (2/9). Tampak Prof Ari Fahrial Syam (berkaos lengan panjang hitam), Dr dr Irfan Wahyudi (berkemeja biru, jaket coklat), Agus Setiawan, SKp, MN, DN (kemeja putih berjas gelap), dr Grace Frelita (paling kiri berjaket putih) dan Prof Irawan Yusuf (berkemeja coklat di belakang perawat berbaju biru). (Foto: Ratna Susilowati/RM)
Caroline Riady (kemeja pink) saat tiba di distrik Korupun, Jumat (2/9). Tampak Prof Ari Fahrial Syam (berkaos lengan panjang hitam), Dr dr Irfan Wahyudi (berkemeja biru, jaket coklat), Agus Setiawan, SKp, MN, DN (kemeja putih berjas gelap), dr Grace Frelita (paling kiri berjaket putih) dan Prof Irawan Yusuf (berkemeja coklat di belakang perawat berbaju biru). (Foto: Ratna Susilowati/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Korupun dan Nalca, dua distrik di pedalaman Papua. Terletak sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut. Lokasinya sangat terpencil. Di antara pegunungan terjal dengan bentangan alam yang ekstrim. Penduduknya terisolasi.

Korupun hanya bisa dijangkau dengan pesawat udara. Dari Bandara Sentani, butuh 1 jam 15 menit. Dari situ, bisa mengudara lagi menuju Nalca, sekitar 15 menit.

Di kedua distrik itu, tak ada jalan beraspal. Hanya ada satu landasan pesawat yang panjangnya sekitar 400-500 meter, berupa tanah berumput dengan pengerasan yang dikerjakan orang setempat.

 

Suasana kelas Sekolah Lentera Harapan, distrik Nalca, pedalaman Papua. Prof Ari Fahrial Syam dan Prof Ponco Birowo memperhatikan anak-anak yang sedang belajar, Jumat (2/9). (Foto: Ratna Susilowati/RM)

 

Masuk dan keluar dari distrik ini mendebarkan. Saat landing, pesawat harus berputar berkali-kali. Membentuk pola lingkaran yang makin kecil dan menurun, agar bisa tepat mencapai areal landasan yang letaknya di antara tebing dan ngarai.

Baca juga : Kunjungi PON Papua, Pangdam Kasuari Semangati Kontingen Papua Barat

Take off pun tak kalah deg-degan. Kontur landasan menurun. Sehingga, pesawat cepat melaju dan terangkat mengudara, persis beberapa meter menjelang bibir jurang yang curam.

Butuh pilot yang tidak hanya ahli, tapi juga berani, untuk terbang di medan menantang seperti itu.

Jumat (2/9), Rakyat Merdeka diajak Caroline Riady, cucu pendiri Lippo Group Mochtar Riady, terbang bersama tujuh dokter top ke pedalaman Papua.

Empat di antaranya adalah profesor. Yaitu Prof Abdul Kadir (Ketua Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial/BPJS) Kesehatan yang juga Guru Besar Ilmu Kesehatan THT FK Unhas), Prof Irawan Yusuf (Presiden Yayasan Mochtar Riady Nanotechnology Institute), Prof Ari Fahrial Syam (Dekan FKUI), dan Prof Ponco Birowo (Guru Besar Urologi FKUI).

Lainnya adalah Dirut RSCM dr Lies Dina Liastuti SpJP(K) MARS, Dr dr Irfan Wahyudi (Spesialis Urologi), dan dr Grace Frelita (Chief Medical Officer Siloam Hospital Group), serta Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan UI Agus Setiawan, SKp, MN, DN.

Pesawat yang ditumpangi Rakyat Merdeka adalah jenis Pilatus PC-6 buatan Swiss, kapasitas delapan penumpang.

Baca juga : Sri Mulyani Memang Pandai Merangkai Angka Dan Data

Gary Robert, pilot dari Adventist Aviation sangat mahir. Sudah bertahun-tahun, dia terbiasa menerbangkan pesawat dan bermanuver di antara pegunungan Papua.

Mendarat di Korupun pukul 7.30 waktu setempat, disambut teriakan suka cita dari warga di sana. Mereka melambai-lambaikan tangan sambil berlari, lalu berkerumun mendekat.

Pesawat datang adalah kebahagiaan. Sebab, itu pertanda ada makanan, logistik, atau obat-obatan.

Jumlah penduduk di Korupun sekitar 7 ribu jiwa. Berapa persisnya, tidak diketahui. Karena tidak pernah ada pendataan resmi. Tak ada yang punya KTP, atau Kartu Keluarga. Bahkan, banyak yang tidak tahu berapa umurnya.

Kalau diajak bicara, hanya sedikit orang yang mengerti bahasa Indonesia.

Saat ini, sekitar 80-an persen penduduk Papua masih buta huruf. Karena sebagian besar, belum tersentuh pendidikan.

Baca juga : Ace Kobarkan Semangat Beragama Yang Moderat

Keluarga Riady membuka akses kesehatan dan pendidikan di pedalaman Papua sejak tahun 2013, diawali di Mamit. Lalu Karubaga dan Daboto (2016).

Tahun 2017, masuk ke Nalca, Korupun dan Danowage. Berlanjut ke Mokndoma dan Tumdungbon (2019).

Menurut Carol, pada 17 Agustus lalu, mereka juga membuka klinik dan sekolah di Asmat. Semua ini didedikasikan untuk orang pedalaman Papua. Gratis. Yang sekolah atau berobat, tidak dipungut biaya.

Saat ini, Carol menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur Siloam Hospitals Group. Layanan kesehatannya, mengoperasikan lebih dari 40 rumah sakit dan puluhan klinik di seluruh Indonesia.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.