Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Ahli Hukum Pidana UI: Ketua Konsorsium Tidak Bertanggungjawab Terhadap Tindak Pidana Anggotanya

Jumat, 30 September 2022 14:23 WIB
Sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Bhayu Aji P/Rakyat Merdeka)
Sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Foto: Bhayu Aji P/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia, Eva Ahjani Zulfa menyampaikan, ketua konsorsium tidak bisa dibebankan pertanggungjawaban pidana bila anggotanya melakukan delik.

Hal itu disampaikan Eva, ketika dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan dugaan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

“Ada lima anggota konsorsium, sedangkan dua melakukan delik. Katakanlah ketua konsorsium harus bertanggungjawab atas semua tindakan anggota konsorsium, tidak bisa seperti itu. Teori pertanggungawaban korporasi tidak bisa diterapkan di sini,” jelas Eva Ahjani Zulfa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/9).

Baca juga : Pimpinan DPD Diminta Bertanggungjawab

Dalam sidang ini, Eva diperiksa untuk dua terdakwa atas nama Isnu Edhy Wijaya selaku eks Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik (PNRI) dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik, Husni Fahmi.

Eva menjelaskan, konsorsium bukanlah korporasi, dia hanyalah sebuah organisasi yang terdiri dari badan hukum korporasi yang masing-masing bertindak sendiri.

"Dalam istilah konsorsium, kalau 2 anggota melakukan delik, hal itu menjadi tanggung jawab pelaku pribadi. Karena, anggota-anggota konsorsium representasi pribadi," lanjut Eva.

Baca juga : DKI Gandeng UNDP Tingkatkan Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak

Ia juga menyampaikan, untuk membuktikan apakah anggota konsorsium yang tidak ikut serta terlibat dalam melakukan praktik suap, harus dibuktikan apakah ada kesatuan niat atau meeting of minds.

Dia menjelaskan, ikut serta dalam sebuah rapat bukan berarti memiliki kesatuan niat atau meeting of minds untuk melakukan tindak pidana.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pakta integritas yang menegaskan penolakan terhadap praktek-praktek yang tidak benar seperti halnya suap-menyuap menjadi tanggung jawab sendiri-sendiri.

Baca juga : Firli Bahuri: Korupsi Bertentangan Dengan Tiap Butir Pancasila

Hal ini katanya, membuktikan bahwa tidak ada meeting of minds, tidak ada kesatuan niat di antara anggota konsorsium PNRI untuk melakukan praktek penyuapan.

"Lalu, menurut ahli, berdasarkan hasil putusan PN Jakarta Pusat pada 2013 terkait laporan Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahwa Perum PNRI tidak ikut serta dalam persekongkolan membuat konsorsium PNRI sebagai pemenang tender proyek e-KTP. Dan hasil itu sudah dikuatkan MA dan inkrah. Nah, bagaimana kekuatan adanya putusan ini terhadap perkara pidananya?" tanya tim penasihat hukum Isnu Edhy, Endar Sumarsono.

"Putusan pengadilan itu alat bukti yang absolut pembuktiannya. makna absolut itu sudah pasti terverifikasi, tak ada pertanyaan lagi, dan kekuatannya senilai Undang-Undang. Sehingga, terkait putusan pengadilan yang lainnya maka mau tidak mau Majelis Hakim harus merujuknya. Tidak bisa dihindarkan karena kekuatan pembuktian sudah kuat," ujar staf pengajar Universitas Indonesia.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.