Dark/Light Mode

Ahli Hukum UGM : Penyelenggara Jamsos Tak Boleh Persero, Harus Badan Hukum Publik

Jumat, 12 November 2021 17:01 WIB
Akademisi Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril.
Akademisi Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril.

RM.id  Rakyat Merdeka - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan peralihan program jaminan sosial (jamsos) PT Taspen dan Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan mendapatkan sorotan berbagai pihak. Salah satunya Akademisi Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril.

Menurut Oce Madril, putusan MK menegaskan beberapa prinsip. Pertama, pembentukan lembaga penyelenggara jaminan sosial haruslah dengan undang-undang, tidak boleh dengan dasar hukum lain, termasuk Peraturan Pemerintah.

“Jadi harus dengan Undang-undang,” kata dia.

Baca juga : Stafsus Wapres Pertemukan Asosiasi Dan Pemerintah

Kedua, badan hukum lembaga penyelenggara jaminan sosial harus berbentuk badan hukum publik, tidak boleh persero atau badan hukum privat. Sebab ada perbedaan prinsip antara badan hukum publik dan privat.

“BPJS harus nirlaba, bukan profit,” jelasnya.

Jadi, jika nanti ada pembentukan BPJS baru, apakah melalui peleburan atau pembentukan baru, maka prinsipnya nilai manfaat untuk peserta tidak boleh berkurang.

Baca juga : Garuda Indonesia Group Tambah Frekuensi Penerbangan Ke Papua

Kedepan, desain politik hukum lembaga penyelenggara jaminan sosial, apakah menjadi 2 atau 3, tergantung pada pembentuk kebijakan, yakni Pemerintah dan DPR.

"Bisa juga opsinya, Pemerintah merubah Undang-undang SJSN untuk menegaskan disain konsolidasi lembaga penyelenggara Jamsos. Oleh karena itu, DJSN perlu dilibatkan untuk merumuskan arah kebijakan kedepan," tandasnya.

Sebagai informasi, pada 30 September 2021 MK menghapus Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Baca juga : Lindungi Pekerja Rentan, BP Jamsostek Ajak Perusahaan Sisihkan CSR

Kedua pasal di atas adalah pasal peleburan Taspen ke BPJS.

"Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (30/9/2021). [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.