Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Prof Didik: Negara Wajib Berikan Pelayanan Kesehatan Ke Rakyatnya

Senin, 14 November 2022 11:37 WIB
Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini. (Foto: Ist)
Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Aspek kesehatan warga negara merupakan aspek teramat penting dan menjadi hak dasar dan hak asasi setiap warga negara. Konsep kesejahteraan sosial adalah konsep utama negara sebagaimana bunyi pembukaan UUD 1945. Tetapi belum terwujud sepenuhnya di dalam masyarakat.

Begitu kata Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini pada webinar Politik Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan Masyarakat yang digelar Universitas Paramadina, LP3ES, UPN Veteran Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut dia, negara wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada warganya. Dulu pada era Soeharto dan Habibie, hal memberikan pelayanan kesehatan kepada semua warga negara belum tercapai karena terbatasnya anggaran, dan belum seriusnya diskursus tentang pelayanan kesehatan bagi warga negara.

Baca juga : BUMN Farmasi Tingkatkan Pelayanan Kesehatan Indonesia

“Barulah pada era reformasi khususnya pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono hal layanan kesehatan masyarakat melalui BPJS terwujud. Meskipun timbul masalah dan keluhan di sana sini, tetapi masih dalam batas yang akan bisa diatasi. Kelas menengah telah banyak mengikuti asuransi khusus/mandiri, dan layanan kesehatan telah menyeluruh,” ujarnya.

Menurut dia, kritik terhadap dunia kedokteran, kadang terdapat dokter yang karena tidak pernah bersentuhan dengan masalah sosial sejak muda, maka ketika menjadi dokter memiliki inteligensi sosial yang lemah. Pengambilan keputusan dalam hubungan dengan masyarakat menjadi bermasalah.

Selain itu dunia kesehatan dan kedokteran juga mengalami masalah oligarki dan privilege turun temurun menjadi dokter. Selain iu terdapat masalah monopoli obat-obatan. Padahal hal tersebut melanggar UU Anti Monopoli. Begitu pula permainan harga obat, seperti obat asam urat yang jauh lebih mahal dibandingkan harga obat asam urat di Pakistan.

Baca juga : Astra Berikan Pelatihan Kurikulum Merdeka Kepada 600 Guru Di Rote

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Veteran Jakarta, DR.dr. Taufik L Pasiak mengatakan, profesi dokter juga harus paham soal-soal politik. Karena banyak penyakit dalam skala makro semuanya pada dasarnya disebabkan oleh politik kebijakan. Contoh kecil adalah dalam produk makanan cepat saji burger, yang di Barat dinaikkan kadarnya menjadi 1800 kalori sehingga menyebabkan angka obesitas meninggi.

“Begitu juga di Indonesia, akibat kebijakan ekonomi politik untuk melonggarkan pendirian gerai makanan cepat saji di mana-mana, maka banyak anak muda saat ini yang mengalami obesitas dan kena hipertensi,” ujarnya.

Menurut dia, profesi kedokteran atau seorang dokter amat naif kalau tidak memahami urusan-urusan politik. Masalah dunia kedokteran di Indonesia sudah rumit luar biasa. Padahal ada UU Kedokteran, UU Pendidikan Kedokteran dan UU Kesehatan. Apalagi saat ini ada usulan dari pemerintah untuk meng-omnibuslaw-kan ketiga undang-undang itu ke dalam satu undang-undang. 

Baca juga : OMG Jakarta Berikan Bantuan Lahan Untuk Puluhan Petani Kota Di Duren Sawit

“Hal itu tentu sebuah hal yang riskan, karena masalah kesehatan adalah bagian dari kesejahteraan masyarakat dan dokter yang harus diurus dengan hati-hati,” katanya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.