Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Menkes: Kesehatan Salah Satu Modal Utama Capai Target Indonesia Emas 2045
- Jangan Sampai Kehabisan, Tiket Proliga Bisa Dibeli di PLN Mobile
- Temui Cak Imin, Prabowo Ingin Terus Bekerjasama Dengan PKB
- Jaga Rupiah, BI Naikkan Suku Bunga 25 Bps Jadi 6,25 Persen
- Buntut Pungli Rutan, KPK Pecat 66 Pegawainya
Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU
RM.id Rakyat Merdeka - Institute for Transformation Studies (INTRANS) menilai, gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) kerap diwarnai berbagai polemik yang berpotensi memecah belah bangsa. Salah satunya, penggunaan politik identitas yang masih kerap terjadi, bahkan masih menghantui gelaran pesta demokrasi Indonesia Tahun 2024 nanti.
“Semoga Indonesia sebagai masyarakat majemuk selamat dari politik identitas ini. Kondisi ini harus disikapi dan diselesaikan seluruh elemen bangsa, seperti kampus dan media, melalui model pendidikan politik yang sesuai kultur kebinekaan Indonesia,” ujar Founder INTRANS, Andi Saiful Haq, melalui keterangan tertulisnya, kemarin.
Baca juga : Di Kebon Rakyat, Banteng Bekasi Targetkan Hattrick Menang Pemilu 2024
Lebih lanjut, ia menyatakan, politik identitas juga kerap mengganggu kelancaran gelaran pesta demokrasi diberbagai negara. Dia mencontohkan, penggunaan politik identitas di Afghanistan, bahkan mengancam dan destruktif terhadap jalannya pemilu. Namun, calon pemimpin yang menggunakan politik identitas tak akan menang di Pemilu.
“Saya yakin, di Indonesia juga akan terjadi fenomena serupa. Penggunaan politik identitas diskala nasional berbeda dengan Pemilu Kepala Daerah (pilkada) yang berskala kecil. Di tingkat nasional, politik identitas akan tumbang berkat kebinekaan Indonesia yang kuat,” tegas dia.
Baca juga : Pupuk Indonesia Grup Kirim Bantuan Penanganan Gempa Cianjur
Namun begitu, sambung dia, potensi politik identitas pada gelaran pesta demokrasi Tahun 2024 masih ada, dan berpotensi memecah belah bangsa. Karenanya, hal tersebut harus dilawan bersama-sama, menggunakan seluruh komponen bangsa.
“Misalnya, pada Pilkada DKI Jakarta, prestasi calon pemimpin tidak menjadi pertimbangan. Identitas agama menguat dan membuat Pilkada DKI Jakarta menjadi tidak sehat. Solusinya, masyarakat harus memisahkan diri dari politik identitas,” tandasnya.
Baca juga : Airlangga Klaim Partai Golkar Paling Siap Hadapi Pemilu 2024
Tepisah, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Firman Manan mengajak seluruh masyarakat untuk bisa bersikap kritis dalam melihat setiap isu politik identitas yang muncul. Menurutnya, ada variabel lain selain faktor etnis atau kesukuan, di antaranya para pemilih muda generasi Y dan Z yang cenderung haus akan informasi dan kerap menggunakan media sosial.
“Para pemilih harus cerdas dalam melihat sosok pemimpin, tidak semata hanya dari pencitraan yang dibuat di media sosial (medsos). Media sosial harus dijadikan alternatif untuk mencari pemimpin, tapi teman-teman pemilih muda harus cerdas memilah informasi dan berfokus pada track record calon pemimpin,” tutupnya. ■
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya