Dark/Light Mode

Peringati Hari Bela Negara

Pusdok Tamaddun Tur Sejarah Perjuangan Syafruddin Prawiranegara

Senin, 19 Desember 2022 19:13 WIB
Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun menggelar napak tilas perjuangan Syafruddin Prawiranegara di Jakarta memperingati Hari Bela Negara yang diikuti 30 peserta yang berasal dari berbagai wilayah, Minggu (18/12). (Foto: Istimewa)
Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun menggelar napak tilas perjuangan Syafruddin Prawiranegara di Jakarta memperingati Hari Bela Negara yang diikuti 30 peserta yang berasal dari berbagai wilayah, Minggu (18/12). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun menggelar napak tilas perjuangan Syafruddin Prawiranegara di Jakarta untuk memperingati Hari Bela Negara yang diikuti 30 peserta yang berasal dari berbagai wilayah, Minggu (18/12).

Ketua Pusdok Tamaddun Hadi Nur Ramadhan mengatakan, kegiatan ini adalah upaya untuk mengangkat sosok Presiden yang Terlupakan Syafruddin Prawiranegara yang jasanya banyak dipinggirkan dalam sejarah.

"Syafruddin Prawiranegara berjuang memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia menggantikan posisi Soekarno-Hatta yang ditangkap oleh Belanda dalam agresi militer ke II," kata Hadi dalam keterangannya, Senin (19/12).

Kegiatan tur sejarah ini mengambil tempat ke Makam Syafruddin Prawiranegara di Tanah Kusir, Kompleks Masjid Al Azhar Indonesia, bekas Kantor Partai Masyumi dan Gedung Dewan Dakwah Islamiyah.

Berbagai lapisan masyarakat turut serta dalam acara ini. Baik dari ormas Islam, pelajar sekolah, mahasiswa, dosen, aktivis, pemerhati sejarah, pengurus pesantren, dan pegawai pemerintahan.

Baca juga : Liga 1, Dewa Pede Hentikan Tren Kemenangan Maung Bandung

Mereka berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang Selatan, dan wilayah-wilayah sekitarnya.

"Kami menggelar kegiatan belajar sejarah dengan melakukan tur untuk mengangkat pengorbanan Syafruddin Prawiranegara, kepada generasi muda," ucap Hadi.

Hadi mengatakan, peristiwa Bela Negara sejak 19 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949 sangatlah penting. Saat itu pemerintahan Republik Indonesia lumpuh di tangan penjajah Belanda, dan ibukota harus dipindahkan dari Yogyakarta ke Bukittinggi, Sumatera Barat.

"Jalan salah satu yang harus ditempuh agar Indonesia yang baru berumur 3 tahun tetap eksis, maka pemerintah RI memberikan mandat kepada Sjafruddin Prawiranegara selaku Menteri Kemakmuran saat itu untuk menjalankan roda pemerintahan," terang Hadi.

Perang gerilya terhadap Belanda pun meletus di berbagai daerah di Jawa dan luar Jawa, sebagai perjuangan rakyat semesta untuk mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Syafruddin, yang juga pejuang merupakan tokoh besar Partai Masyumi itu, menjabat sebagai pemimpin PDRI sekaligus Menteri Pertahanan dan Penerangan.

Baca juga : Pakai Jalur Darat, Jokowi Kembali Tinjau Penanganan Gempa Cianjur

Dosen Hubungan Internasional Universitas Al Azhar, Indonesia Pizaro Gozali Idrus, yang menjadi pembicara dalam tur tersebut menyatakan, perjuangan Syafruddin dari Bukittinggi menggema hingga mancanegara.

Tidak hanya memimpin gerilya dari Tanah Sumatera, Syafruddin ikut melebarkan perjuangannya kepada dunia internasional. Sebab Belanda menyampaikan kepada dunia bahwa Republik Indonesia telah runtuh. Namun Syafruddin membantahnya dengan menegaskan Republik Indonesia masih berdiri tegak.

"Kita mengetahui Belanda memblokade jalur-jalur penghubung Indonesia dengan luar negeri sejak November 1945. Pak Syaf menunjuk A.A Maramis sebagai Menteri Luar Negeri yang saat itu menjadi Dubes di India agar perjuangan bangsa Indonesia mendapatkan dukungan negara-negara di dunia," ujar Pizaro.

Saat itu, PM India Jawaharlal Nehru meresponsnya dengan menyelenggarakan Konferensi Inter Asian Relation Conference yang kedua pada 20-25 Januari 1949 di New Delhi yang diikuti 19 negara Asia, Afrika, dan Pasifik Selatan.

"Upaya diplomasi PDRI membuka mata dunia atas pelanggaran-pelanggaran yang terus dilakukan penjajah Belanda terhadap Republik Indonesia, sehingga dunia internasional melakukan kecaman dan tekanan terhadap Belanda," ujar Pizaro.

Baca juga : Basuki: Fotografi Merekam Sejarah Perjuangan Pendiri Bangsa

Syafruddin, kata dia, juga orang yang mencetuskan usulan agar Pemerintah RI segera menerbitkan mata uang sendiri sebagai atribut kemerdekaan Indonesia. Tujuannya untuk mengganti beberapa mata uang asing yang masih beredar.

"Pak Syaf yang menekankan kepada Bung Hatta bahwa Indonesia yang merdeka harus memiliki mata uang sendiri," ucap Pizaro. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.