Dark/Light Mode

Ketum IKATANI-UNS Yakin Indonesia Pimpin Industri Pangan Dunia

Minggu, 19 Maret 2023 19:33 WIB
Dies Natalis ke-47 Universitas Negeri Sebelas Maret Solo, Musyawarah Nasional dan Reuni Fakultas Pertanian UNS, di Solo, Sabtu (18/3). (Foto: Istimewa)
Dies Natalis ke-47 Universitas Negeri Sebelas Maret Solo, Musyawarah Nasional dan Reuni Fakultas Pertanian UNS, di Solo, Sabtu (18/3). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Umum (Ketum) Ikatan Alumni Pertanian Universitas Sebelas Maret (IKATANI-UNS), Dina Hidayana optimistis, Indonesia bisa menjadi salah satu negara pemimpin pangan di dunia.

"Sudah saatnya Indonesia berani menempatkan kebijakan pangan sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional," ujar Dina di acara Dies Natalis ke-47 Universitas Negeri Sebelas Maret Solo, Musyawarah Nasional dan Reuni Fakultas Pertanian UNS, di Solo, Sabtu (18/3).

Semangat ini, menurutnya selaras dengan disertasi miliknya yang berjudul “Optimasi Kebijakan Sektor Pangan dalam Memperkokoh Sektor Pertahanan Negara”. Yaitu, urusan pangan bukan sekadar pelepas lapar saja, namun berfungsi secara geoekonomi dan geopolitik memperkuat negara.

Satu-satunya penerima beasiswa Doktoral Universitas Pertahanan RI TA 2020/2021 melalui teknik mixmethods, Computable General Equilibrium (CGE) di bawah bimbingan Promotor Prof Purnomo Yusgiantoro ini menemukan proyeksi bencana krisis ekstrim domestik 32 tahunan yang akan kembali terulang di Tahun 2030.

"Apabila Pemerintah tidak serius membenahi sektor pangan sejak sekarang," tekannya.

Baca juga : Bakti Rimbawan Indonesia Bagi Hutan dan Lingkungan Hidup

Menilik sejarah, medio 1966, Indonesia mengalami hiperinflasi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Yaitu lebih dari 600 persen. Kemudian, Tahun 1998 berulang krisis serupa di angka 70 persen.

Melalui simulasi pesimis, katanya, jika sektor pangan mengalami degradasi sekitar 10 persen, maka laju inflasi diprediksi akan mencapai 170 persen di Tahun 2030 pada masa puncak bonus demografi.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depinas Soksi) ini sepakat, pengabaian terhadap prioritas pangan domestik dan petani akan mendorong suatu negara pada ketergantungan akut pada negara atau bangsa lain.

Sontak, tidak hanya merusak sendi ekonomi, namun tatanan struktural secara umum di semua sektor kehidupan.

"Kekuatan sumber daya nasional harus menjadi tulang punggung utama dalam pergerakan kemajuan bangsa, sehingga kita benar-benar berdaulat atas kemerdekaan negeri ini," sarannya.

Baca juga : Maxima Indonesia Komitmen Lakukan Pembangunan Berkelanjutan

Dina meyakini, Indonesia menjadi pemimpin sektor pangan adalah sebuah keniscayaan. Dirincikannya, bangsa ini ini memiliki kelebihan dengan siklus dua musim, luas wilayah, SDM mumpuni, kekayaan biodiversitas dan jalur maritim strategis, dan berada di lintas khatulistiwa.

Asumsinya, berbagai kelebihan itu menjadi daya tawar Indonesia atau efek gentar (detterent effect) bagi negara lain. Khususnya, negara sub tropis yang memiliki banyak kendala dalam pengusahaan pangan.

Kajian Dina, menunjukkan bahwa pada dasarnya Indonesia hanya perlu percaya diri untuk mampu bersaing dan menjadi pemain penting dalam pertarungan hegemoni dunia, amanah konstitusi sebagai pondasinya. Indonesia dalam konteks geopolitik, memerlukan kepiawaian untuk menjadi Pemimpin Dunia di sektor pangan.

Keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki Indonesia, perlu diakselerasi dengan penempatan kebijakan pangan dalam posisi pertama, utama dan tidak tergantikan (first elementary and permanently​​​​policy).

"Sektor pangan harus berada dikelas tertinggi dalam tata kelola negara, artinya keberpihakan serius pemerintah terhadap sektor ini akan menentukan eksistensi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Tentu saja ini berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas pangan tersebut, baik sebagai bahan mentah ataupun siap makan," jelasnya.

Baca juga : Pemilu Indonesia Paling Rumit Di Dunia

Jebolan Magister Resolusi Konflik Universitas Gajah Mada (UGM) ini memberikan semangat bahwa tidak ada kata terlambat bagi bangsa ini untuk maju. Sarannya, mulai saat ini segera dilakukan pembenahan agar terlepas dari cengkraman asing dan jebakan neoliberalisme.

Asumsinya, neoliberalisme ini berpotensi mengebiri kedigdayaan bangsa yang pernah berjaya sebagai produsen pangan termasyur masa lampau.

"Kolaborasi astha helix, salah satunya peran strategis akademisi, perlu dilakukan secara sistemik melalui kepemimpinan yang visioner," pungkasnya. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.