Dark/Light Mode

Pembentukan Pengawas Bukan Hal Baru dalam Tata Negara

Sabtu, 14 September 2019 15:34 WIB
Gedung KPK/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Gedung KPK/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat pemberantasan korupsi dan pencucian uang, Kristiawanto, memandang bahwa usulan pembentukan Dewan Pengawas KPK dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002/KPK sebagai hal yang wajar. Menurut dia, semua lembaga harus ada yang mengawasi.

“Pada prinsipnya, lembaga apa pun itu perlu diawasi. Tidak bisa lembaga tanpa pengawasan itu,” kata Kristiawanto kepada wartawan, Sabtu (14/9).

Misalkan, kata dia, DPR ada yang mengawasi yakni Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Kemudian, Polri diawasi Kompolnas, Kejaksaan juga ada pengawasnya yakni Komisi Kejaksaan. Bahkan, Presiden pun diawasi oleh Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden).

Baca juga : Indonesia Mampu Penuhi Protein Hewani dalam Negeri

“Artinya, ada pengawasan. Jadi, bukan hal yang baru istilahnya dalam sebuah ketatanegaraan kita,” ujar dosen hukum pidana Universitas Jayabaya ini.

Selain itu, Kristiawanto, mengatakan adanya Dewan Pengawas KPK juga nanti akan mengawasi kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jika dikabulkan dalam revisi UU KPK.

“Iya dong, kalau menurut saya harus seperti itu. Artinya, revisi ini semangatnya harus memperkuat KPK untuk mempercepat akselerasi dalam pemberantasan korupsi,” jelas dia.

Baca juga : Dirut BPJS Kesehatan Yakini Iuran Baru Tak Beratkan Rakyat

Di samping itu, Kristiawanto menilai adanya usulan kewenangan SP3 di KPK untuk memberikan kepastian hukum dan tidak boleh terjadi kesewenang-wenangan dalam penanganannya. Sebab, sekarang kasus korupsi di Indonesia semakin lama malah banyak.

Dulu, tambah dia, KPK tidak diberi wewenang SP3 dengan tujuan agar penyidik KPK lebih dulu memastikan dua alat bukti sebelum menetapkan seseorang menjadi tersangka. Agar lebih hati-hati. Tapi, dalam perjalanannya, KPK juga banyak menetapkan seseorang menjadi tersangka, tapi kasusnya mentok.

“Faktanya, ketika orang itu tidak terbukti dan alat bukti tidak cukup, jadi tidak ada jalan keluarnya. Makanya, SP3 itu diperlukan. Kalau tidak ada SP3, harusnya KPK hati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tandasnya. [KW]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.