Dark/Light Mode

Reaktualisasi Tahun Baru Hijriyah (4)

Deradikalisasi Makna Hijrah

Jumat, 6 September 2019 13:52 WIB
Nasaruddin Umar
Nasaruddin Umar
Tausiah Politik

RM.id  Rakyat Merdeka - Terminologi hijrah akhir-akhir ini cenderung menjadi eksklusif. Hijrah bukan lagi berarti perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain tetapi lebih diperluas ke makna ideologis, yaitu peralihan dari sesuatu yang tidak atau kurang islami ke sesuatu yang lebih islami.

Islami di sini lebih mengacu kepada sebuah ideologi yang mengidealisasikan Islam dalam bentuk formal. Kata hijrah menjadi sebuah istilah lebih sering digunakan akhir-akhir ini.

Seolah-olah kata hijrah dibenturkan dengan situasi yang tidak perfek atau yang tidak islami.Kata hijrah sering digunakan untuk seorang perempuan Muslimah yang tadinya belum menggunakan hijab menjadi berhijab.

Seorang yang tadinya belum shalat menjadi aktif shalat. Seorang yang tadinya masih berfikiran sekuler, materialistik, individualistik, menjadi lebih konsern memperhatikan kepentingan agama Islam.

Seorang yang lebih sering liburan ke Eropa atau AS bersama keluarga kemudian beralih ke Tanah Suci menunaikan umrah bersama keluarga. Tadinya tidak pernah mengikuti pengajian dan sekarang sudah hijrah menjadi penyelenggara pengajian.

Baca juga : Memahami Asal-usul Kalender Hijriyah (2)

Tadinya tidak pernah ke masjid, tidak pernah silaturrahim dengan guru spiritual kemudian mensponsori acara-acara keagamaan, baik yang diadakan di masjid maupun di luar masjid. Anak-anaknya pun diajak untuk hijrah dalam situasi yang sangat berbeda dengan situasi sebelumnya.

Dekorasi rumah yang tadinya penuh gambar-gambar yang mengajak orang untuk hidup bersenang-senang, kini diganti dengan berbagai macam kaligrafi.

Musik-musik rock dan lagu-lagu barat diganti dengan pengajian tadarusan dan selawat Nabi. Tadinya sangat tidak respek dengan anak-anak yatim dan anak-anak fakir miskin kini menjadi sponsor kegiatan-kegiatan positif mereka.

Dari segi pandangan politik, tadinya menjadi pendukung berat partai-parti politik nasionalis sekuler kini hijrah menjadi mendukung berat partai-partai politik aliran yang cenderung secara eksklusif mendukung tegaknya syari’ah Islam.

Bahkan ada yang berubah 180 derajat, tadinya hidup dalam dunia gemerlapan dan mungkin bercampur dosa kini menjadi praktisi tarekat, tasawuf, atau kelompok jama’ah yang sering keluar (khuruj) berdakwah meninggalkan keluarga dengan identitas dan pakaian yang khas.

Baca juga : Berkah Kota Suci Mekkah

Atribut fisik pun juga sudah berubah dengan memelihara atribut biologis yang lebih religius. Tutur kata dan kosa kata sehari-harinya sudah banyak dibumbuhi dengan istilah-istilah Bahasa Arab, misalnya istilah ikhwan atau akhwat untuk teman sejawat dan istilah ta’lim atau tablig untuk kegiatan belajar agama.

Sampai di situ sesungguhnya tidak ada yang salah. Bahkan itulah harapan para mubalig dan tokoh-tokoh agama, bagaimana berubah atau hijrah dari yang tadinya serba duniawi kepada pola keseimbangan dunia dan akhirat, iman dan ilmu, ilmu dan amaliah, dan lain-lain.

Yang sedikit jadi masalah jika terlalu eksklusif di da-lam memperkenalkan konsep hijrah. Misalnya orang yang tidak mau ikut hijrah bersama diri atau kelompoknya dianggap kafir.

Orang yang mendukung kearifan lokal dianggap musyrik, orang yang melakukan praktek ibadah tetapi tidak sesuai dengan mazhab yang dianutnya dianggap ahlul bid’ah.

Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, memperkenalkan konsep hi-jrah dari Negara Kesatuan Republik Indone-sia (NKRI) ke Negara Islam Indonesia (NII). Darah orang yang tidak mau hijrah bersama dirinya dianggap halal.

Baca juga : Mengenang Maqam Rasulullah SAW

Bank-Bank Syari’ah yang masih menggunakan SBI sama dengan bank konvensional, tidak wajar untuk memba-yar utang yang dipinjam darinya.

Hijrah yang terakhir ini mulai semakin nyaring. Ironisnya, kelompok mainstream juga tidak berani angkat bicara atau memberi komentar. Diamnya para ulama terhadap suatu isu baru di dalam masyarakat bisa disimpulkan seba-gai tanda persetujuan (tawaquf).

Sudah waktunya kita mengembalikan makna hijrah itu ke dalam makna yang sesungguhnya. Kata hijrah jangan ditarik terlalu jauh untuk melegitimasi sesuatu yang bisa mendeligitimasi simbol dan atribut kebangsaan dan kenegaraan kita.

Bagaimanapun NKRI sudah menjadi persepakatan nasional dan semua pihak akan meraih tujuan hidupnya melalui keberadaan NKRI. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :