Dark/Light Mode

Kasus Korupsi CPO, Pakar: Hanya BPK Yang Bisa Tentukan Kerugian Keuangan Negara

Senin, 24 Juli 2023 10:02 WIB
Gedung Bundar Kejagung (Foto: Ist)
Gedung Bundar Kejagung (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar mengkritisi kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit.

Salah satunya, soal penghitungan kerugian keuangan negara. Fickar menegaskan, yang memiliki kewenangan menghitung kerugian keuangan negara hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sementara dalam kasus ini, hasil kerugian keuangan negaranya bukan berasal dari BPK.

"Seharusnya tidak sah, karena yang punya otoritas menyatakan negara merugi atau tidak hanya BPK," ujar Fickar dalam keterangannya, Senin (24/7).

Diketahui dalam sidang putusan kasus korupsi persetujuan CPO di Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini terjadi silang pendapat antara hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan jaksa penuntut umum (JPU).

Saat membacakan vonis terhadap General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Hakim tak setuju dengan nilai kerugian keuangan negara Rp 6 triliun seperti yang dituangkan dalam dakwaan JPU.

Baca juga : Dubes Korsel Harap Pembangunan IKN Berjalan Lancar Dan Sukses

Hakim meyakini, kerugian keuangan negara dalam perkara itu hanya Rp 2 triliun.

Fickar menyebut, penegak hukum tak bisa sembarangan dalam menentukan unsur kerugian keuangan negara.

Sebab, unsur kerugian keuangan negara dalam sebuah perkara akan dituangkan ke dalam surat dakwaan.

Namun jika surat dakwaannya tidak memenuhi unsur jelas dan akurat, maka dakwaan bisa batal demi hukum.

"Karena itu setiap dakwaan korupsi menjadi penting perhitungan kerugian negaranya," ucap dia.

Fickar menyebut unsur kerugian keuangan negara merupakan hal terpenting dalam pembuktian kasus yang menggunakan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor.

Baca juga : Gusinya Bengkak, Irwan Hermawan Minta Izin Berobat

Sebab, unsur yang sangat mempengaruhi terbukti atau tidaknya korupsi adalah kerugian negara.

Namun, jika unsur kerugian keuangan negara hanya berdasarkan asumsi, maka hakim bisa menyatakan hal tersebut tidak sah.

"Yang jadi persoalan adalah apakah kerugiannya itu kerugian bisnis atau dicuri secara melawan hukum. Negara juga bisa bisnis, jadi hubungan dengan pihak swasta itu bisa hubungannya bisnis, jadi kalau kerugiannya karena bisnis itu bukan kerugian negara karena korupsi," tutur Fickar.

Senada, tim kuasa hukum tersangka korporasi kasus CPO, Marcella Santoso menegaskan tuduhan tindak pidana korupsi harus didasarkan pada bukti kerugian negara hasil audit BPK.

Sementara dalam kasus ini, Marcella menyebut kerugian negara didasarkan pada perhitungan ahli, bukan BPK.

"Frasa dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata atau actual loss, bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara atau potensial loss," kata Marcella.

Baca juga : Masih Dalami Perannya, KPK Perpanjang Masa Penahanan Dadan Tri

Marcella menambahkan, hingga saat ini belum ada hasil perhitungan kerugian negara oleh BPK.

Baik dalam perkara terdahulu, yang sudah berkekuatan hukum tetap maupun perkara yang kini tengah diusut Kejagung.

"Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2016, hanya BPK yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian negara. Bahkan BPKP pun tidak boleh menyatakan ada tidaknya kerugian negara," ujar Marcella.

Diketahui Kejagung menetapkan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022.

"Jadi penyidik Kejaksaan Agung, pada hari ini juga menetapkan 3 korporasi sebagai tersangka. yaitu korporasi Wilmar Group, yang kedua korporasi Permata Hijau Group. Yang ketiga korporasi Musim Mas Group," ujar Ketut pada Kamis (15/6).

"Kerugian yang dibebankan berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Rp 6,47 triliun dari perkara minyak goreng ya," tambahnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.