Dark/Light Mode

Gelar PWF di Bandung, Perpusnas Harap Lahir Buku-buku Kearifan Lokal

Kamis, 7 September 2023 07:43 WIB
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando (Foto: Dok. Perpusnas)
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando (Foto: Dok. Perpusnas)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) kembali menyelenggarakan Perpusnas Writers Festival (PWF). PWF ketiga digelar dengan mengusung tema “Menulis, Mengukir Peradaban”.

Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menyatakan, PWF merupakan upaya Perpusnas dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi untuk memperbanyak koleksi bahan perpustakaan. Hal ini dilakukan dimulai dengan menghimpun penulisan mengenai Indonesia dari semua komponen bangsa.

Syarif memaparkan, secara faktual saat ini Indonesia dalam kondisi kekurangan, bahan bacaan. Sesuai standar UNESCO seharusnya tersedia minimal tiga buku baru bagi setiap orang setiap tahun. Kondisi ini tidak terjadi di Indonesia, baik di kota besar apalagi di daerah 3T.

“Sementara kita masih pada posisi satu buku ditunggu 90 orang, itu kalau di kota-kota besar. Kalau di daerah-daerah terpencil itu, satu buku untuk 1.000 orang,” jelasnya, usai Pembukaan PWF 2023 yang diselenggarakan Perpusnas Press, di De Majestic, Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/9).

Dia menambahkan, saat ini penulis di Indonesia cenderung kesulitan untuk menerbitkan buku karena kebanyakan penerbit prioritas dari segi bisnis. Padahal, bahan bacaan harus tetap diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, meski tidak menguntungkan secara bisnis.

“Dalam berbagai lapisan masyarakat itu ada kebutuhan yang secara bisnis tidak relevan tapi dibutuhkan. Salah satu contohnya, misalnya ada suku terasing di kepulauan di Maluku yang penduduknya hanya 100 orang. Negara harus hadir untuk memberikan bahan bacaan kepada mereka,” tuturnya.

Baca juga : Sukses Capai Banyak Prestasi, Perpusnas Banjir Pujian dari Komisi X DPR

Syarif menambahkan, pemerintah daerah harus memiliki kesadaran dan kemauan untuk menulis tentang kearifan lokal, asal-usul suatu daerah, kekayaan alam hingga potensi-potensinya. PWF ini dapat dijadikan gerakan untuk diperjuangkan setiap daerah.

“Jadi maksud saya, tidak mungkin orang Surabaya datang ke Kota Bandung mengajarkan cara menulis tentang asal usul Kota Bandung. Dan sebaliknya. Kalau hanya menunggu buku-buku dari pusat, mungkin saja bagus, tapi tidak relevan dengan daerahnya,” urainya.

Selain itu, PWF menjadi ajang untuk meyakinkan seluruh unsur masyarakat agar menuangkan ilmu pengetahuan yang sudah didapatkan, baik di bangku sekolah maupun perguruan tinggi, dalam bentuk tulisan.

Dalam kesempatan tersebut, Syarif mengapresiasi kebijakan Pemprov Jawa Barat yang telah membentuk banyak Bunda Literasi di kota dan kabupaten. “Makanya kami pilih Jawa Barat karena memang ini adalah tempat yang sangat menginspirasi untuk daerah lain, bagaimana mengakselerasikan apa yang menjadi kebaikan dan kemajuan di Jawa Barat untuk daerah lain,” tambahnya.

Dia menambahkan, Perpusnas akan memfasilitasi karya tulisan yang dihasilkan dalam ajang PWF. Karya tulis tersebut akan diterbitkan melalui Perpusnas Press yang merupakan penerbitan Perpusnas. Namun, terbitan ini tidak akan dijual kepada khalayak.

“Itu juga disertai dengan kebijakan kami untuk memberikan ISBN kepada penulis, bukan hanya kepada penerbit. Jadi, masing-masing dapat hak untuk itu. Sekarang perlu diketahui bahwa seluruh penulis di Indonesia berhak untuk mendapatkan ISBN dari Perpusnas, kalau tulisannya sudah terbit,” tuturnya.

Baca juga : Jelang Peresmian Akhir Bulan, Menhub Tinjau Kesiapan LRT Jabodebek

Duta Baca Indonesia Gol A Gong menjelaskan, tema kegiatan PWF dan lokasi festival di Braga, Bandung, memiliki keistimewaan. Ada fenomena di kawasan tersebut yang dapat digali untuk menghasilkan karya tulisan. Berdasarkan literatur yang dia baca, Braga dibagi dalam tiga periode yakni era tahun 1800-an, era tahun 1900-an, dan era tahun 2000-an.

“Di era 2000 ini, sebaiknya kita tidak melihat masa lalu. Coba lihat sepanjang Jalan Braga, banyak fotografer, content creator. Kalau itu tidak dituliskan, 100 tahun lagi hilang periode itu,” ujarnya.

Dia menegaskan, melalui kegiatan PWF, harus dihasilkan satu buku yang dituliskan oleh penulis Bandung mengenai Braga.

Sementara itu, Sekretaris Utama Perpusnas Ofy Sofiana menyatakan, PWF merupakan upaya untuk menarik masyarakat terutama generasi muda, agar mulai menulis. Menurutnya, orang yang bisa menulis pasti suka membaca.

“Tentu melalui kegiatan akan muncul tulisan-tulisan yang menuangkan ide dari masyarakat khususnya kearifan lokal di mana kita berada. Karena saat ini sulit mendapatkan buku-buku terkait kearifan lokal di Indonesia,” ungkapnya.

Dia menambahkan, budaya tulis di Indonesia sudah ada sejak 1300-an. Hal ini terlihat dari koleksi naskah kuno yang dimiliki Perpusnas, Arjuna Wiwaha. Naskah tertua koleksi Perpusnas ini membuktikan peradaban Indonesia sudah cukup lama.

Baca juga : Cuaca Hari ini di Tangerang Panas Dan Hujan, Ini Prakiraan Lengkap BMKG

Edukator dan Kurator Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) Ginanjar Legiansyah meyakini, menulis dapat mengukir peradaban. Dia mencontohkan Konferensi Asia-Afrika (KAA). Dia menyebut, KAA merupakan hasil pemikiran Bung Karno ketika menulis buku "Mencapai Indonesia Merdeka" pada Maret 1933. Ketika menulis buku tersebut, sang Proklamator memimpikan adanya satu solidaritas, pertemuan bangsa-bangsa Asia-Afrika.

“Dan ternyata direalisasikan pada 1955 melalui Konferensi Asia Afrika. Dalam satu buku dituliskan betapa gemasnya Bung Karno merelasisasikan cita-citanya yang ditulis pada 1933. Itulah buktinya kalau menulis, mengukir peradaban. Dan KAA adalah bentuk peradaban kita,” urainya.

Pustakawan Ahli Utama Dispusip Jawa Barat Ahmad Hadadi berharap, PWF dapat mendorong penulis dan penerbit di Jabar agar lebih kreatif. Pihaknya pun sudah menjalin hubungan baik dengan penerbit di Jawa Barat dan setiap tahunnya mengadakan festival buku. “Mudah-mudahan ke depan ada festival penulis Jawa Barat,” pungkasnya.

Pada 2021 dan 2022, PWF diselenggarakan di Gedung Fasilitas Layanan Perpusnas Jakarta. Tahun ini, untuk pertama kalinya PWF diadakan di luar Jakarta. Bandung dipilih karena merupakan kota yang sarat akan narasi dan sumber inspirasi literasi. Tidak hanya dalam cakupan nasional tetapi juga internasional, bahkan hingga menorehkan tinta sejarah peradaban manusia.

PWF 2023 diselenggarakan di dua lokasi yakni Museum KAA dan Gedung Bioskop De Majestic. PWF 2023 berlangsung selama tiga hari yaitu pada 6-8 September 2023.

PWF 2023 diisi dengan beragam kegiatan yaitu diskusi literasi dan penulisan; bedah buku; workshop dan kompetisi penulisan; pemutaran dan diskusi film; musikalisasi puisi; pameran buku; pentas seni dan sastra; serta historical walk. PWF 2023 menghadirkan 29 narasumber yang memiliki latar belakang beragam yakni penulis, seniman, budayawan, pegiat literasi, pustakawan, akademisi, hingga pejabat publik dan media. Para narasumber tersebut di antaranya Gol A Gong, Panji Sakti, dan Maman Suherman.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.