Dark/Light Mode

Setara Institute: Kinerja Bisnis Dan HAM Indonesia Masih Basic To Improving 

Rabu, 13 September 2023 18:59 WIB
Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan (tengah). (Foto : ist)
Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan (tengah). (Foto : ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Setara Institut dan Sustainable-Inclusive Governance Initiative (SIGI) merilis hasil penelitiannya terkait kinerja pemerintah dalam pemajuan bisnis dan HAM. Hasilnya, Indonesia berada pada tingkat basic to improving atau masih pemula menuju langkah pemajuan. 

Menurtu Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, sejak 2011, pemerintah telah mengadopsi norma bisnis dan HAM yang dikeluarkan oleh United Nations Working Group on Business and Human Rights (UNWG) dalam bentuk United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs), suatu norma yang memastikan tanggung jawab negara dan sektor korporasi dalam menjalankan bisnis yang bertanggung jawab.

"Setelah lebih dari 10 tahun, kinerja pemerintah dalam pemajuan bisnis dan HAM berada pada tingkat basic to improving, yakni masih pemula menuju langkah pemajuan," kata Halili Hasan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/9).

Baca juga : Iklim Bisnis Indonesia Kondusif, Pengusaha AS Jempolin Menko Airlangga

Diterangkan Halili, ada beberapa capaian dari indikator digunakan sebagai alat ukur yang ditetapkan UNGPs. Di antaranya adalah kinerja Kementerian Hukum dan HAM yang saat ini telah berada pada tahap finalisasi dokumen Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM dan pembentukan Gugus Tugas Nasional (GTN) dan Gusus Tugas Daerah (GTD) Bisnis dan HAM.  

Selain itu, pemerintah Indonesia telah meratifikasi 10 Instrumen HAM internasional utama dan 8 Konvensi Inti ILO (The Core ILO Conventions) yang relevan dengan kewajiban perlindungan negara terhadap HAM dalam operasionalisasi bisnis sebagaimana diamanatkan UNGPs.

Namun di sisi lain, posisi basic to improving dari kinerja negara ini masih ditemukan peraturan perundang-undangan dan regulasi-regulasi regresif yang berpotensi menghambat efektivitas implementasi prinsip BHAM, antara lain UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Baca juga : Sikap Religius Rakyat Indonesia Panen Pujian

UU ini mengizinkan pelibatan TNI dalam penanganan stabilitas nasional dan terhambatnya pembangunan nasional; UU No. 3/2020 tentang Perubahan UU Mineral dan Batubara.

Temuan lain menurut Halili, pemerintah belum memiliki pengaturan wajib (mandatory) uji tuntas HAM. "Negara belum dapat menjadi katalisator dan pionir untuk pemenuhan aspek HAM. Pemerintah juga belum menyediakan dan memfasilitasi inisiatif untuk memastikan terwujudnya mekanisme pemulihan yang efektif (effective remedies) atas tindakan pelanggaran oleh entitas bisnis sebagaimana mandat UNGPs," jelasnya.

Sebagai solusinya, kata Halili, Setara Institute pun merekomendasikan agenda untuk pemerintah yakni mempercepat pengesahan Perpres Strategi Nasional Bisnis dan HAM, memperkuat peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan agenda aksi BHAM pada sektor-sektor bisnis dengan dampak HAM paling krusial. 

Baca juga : Pertamina Jajaki Kerja Sama Bisnis Di Tanzania

Mendorong konsistensi pemenuhan pada aspek formal dan legal dengan praksis implementasi prinsip BHAM, secara gradual menuju kebijakan mandatori Uji Tuntas HAM bagi sektor bisnis, mengagendakan evaluasi dan perubahan peraturan perundang-undangan yang kontradiktif dengan upaya pemajuan prinsip BHAM di Indonesia, dan mendorong penguatan pada aspek remediasi (pemulihan HAM terhadap korban).

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.