Dark/Light Mode

Desak Hakim MK Mundur Dari Persidangan

Pengamat: Aturan Batas Usia Minimum Capres-Cawapres 100 Persen Urusan DPR

Rabu, 11 Oktober 2023 06:16 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. (Foto: Ist)
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menilai permohonan uji materil batas usia minimum capres-cawapres 2024 menempatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada posisi conflict of interest atau konflik kepentingan. Terlebih, selama ini permohonan perubahan batas usia pejabat publik itu mestinya dilakukan oleh DPR.

“Semua perubahannya selalu dilakukan melalui proses dan mekanisme legislasi di DPR dan Pemerintah karena menyangkut kebijakan ‘open legal policy’,” kata Petrus dalam keterangannya, Rabu (11/10).

Contoh produk hukum terkait yang digodok lewat legislasi di DPR antara lain UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang mengubah batas usia minimum dari 35 tahun menjadi 40 tahun. Kemudian UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu batas usia minimum Presiden-Wakil Presiden diputuskan tetap 40 tahun.

Baca juga : Pengamat Ingatkan MK Soal Gugatan Usia Capres-Cawapres, Singgung Sosok Gibran

Begitu pula perubahan batas usia minimum-maksimum Hakim MK. Pada UU No 23 Tahun 2003 usia hakim ditetapkan minumum 40 tahun dan pensiun pada usia 67 tahun. Lalu batas minimum usia hakim MK itu diubah melalui open legal policy DPR menjadi 47 tahun dan pensiun di usia 65 tahun.

“Segala perubahannya, dilakukan dengan cara mengubah UU melalui proses legislasi di DPR dan Pemerintah, karena menyangkut apa yang disebut ‘open legal policy’ yang menjadi domain DPR dan pemerintah, bukan domain MK lewat uji materiil UU,” tuturnya.

“Pada perubahan UU MK dan UU Pemilu, menunjukan MK tetap kosnsisten tunduk pada pendirian bahwa perubahan batas usia minimum dan/atau maksimum jabatan publik merupakan kebijakan ‘open legal policy’ yang masuk dalam domain atau kewenangan DPR dan Pemerintah melalui proses legislasi,” sambungnya.

Baca juga : Bila MK Mengabulkan Gugatan Usia Capres-Cawapres

Sebab itu, Petrus menilai hakim MK harus mengundurkan diri dari proses uji materil ini. Terlebih penetapan batas usia capres-cawapres ini disebut Petrus berpotensi ‘menggoda’ hakim MK untuk juga mengubah batas usia hakim itu sendiri.

“Tidak tertutup kemungkinan Hakim-Hakim MK-pun akan sangat bernafsu mengubah usia minimum Calon Hakim MK dan sekaligus memperpanjang batas usia pensiun Hakim MK melalui Uji Materiil untuk kepentingan dirinya atau kroninya kelak,” kata Petrus.

Di sisi lain, Petrus menyebut konflik kepentingan dari uji materil batas usia capres-cawapres juga sarat kepentingan karena Ketua MK Anwar Usman memiliki hubungan darah dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai ipar. 

Baca juga : Senin Kliwon 16 Oktober, MK Umumkan Putusan Soal Batas Usia Capres-Cawapres

Sementara, kata Petrus, pada saat yang sama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak kandung Jokowi punya keinginan untuk maju sebagai cawapres 2024 tetapi terkendala usia karena masih di bawah 40 tahun.

“Karena itu menunggu putusan MK, menegaskan terdapat hubungan kepentingan antara Anwar Usman, Jokowi dan GRR (Gibran Rakabuming Raka),” kata dia.

“Oleh karena itu, jika MK mengubah batas usia minimum menjadi 35 tahun atau tetap 40 tahun tetapi pernah menjabat sebagai Kepala Daerah, maka MK bukan lagi berfungsi sebagai pengawal konstitusi dan Hakim-Hakim MK bukan lagi negarawan, tetapi mereka menjadi kepanjangan tangan kepentingan dinasti Jokowi, oligarki dan kroni-kroni yang ada di belakang Jokowi,” sambung Petrus.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.