Dark/Light Mode

Rekor MURI, 20 Eks Napiter Cerita Proses Pertobatan di Hadapan Mahasiswa

Minggu, 12 November 2023 12:42 WIB
Seminar Nasional dan Pemecahan Rekor MURI Pencegahan Paham Radikalisasi bagi Mahasiswa Indonesia Menuju Generasi Emas 2045, di Universitas Semarang. (Foto: Dok. BNPT)
Seminar Nasional dan Pemecahan Rekor MURI Pencegahan Paham Radikalisasi bagi Mahasiswa Indonesia Menuju Generasi Emas 2045, di Universitas Semarang. (Foto: Dok. BNPT)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sebanyak 20 mantan narapidana terorisme (napiter) mencatatkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada kegiatan Seminar Nasional dan Pemecahan Rekor MURIPencegahan Paham Radikali bagi Mahasiswa Indonesia Menuju Generasi Emas 2045”, di Universitas Semarang (USM). Mereka bercerita tentang bagaimana dulu salah jalan sehingga akhirnya menjadi teroris dan mendekam di penjara.

Ke-20 napiter itu juga mengungkapkan proses pertobatan yang membawa mereka kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ke-20 mantan napiter adalah mitra deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang berhasil kembali ke masyarakat.

Eks Napiter yang juga Ketua Yayasan Persadani Sri Pujimulyo Siswanto menceritakan latar belakang terpapar terorisme karena lemahnya pendidikan agama dalam keluarga. Ia kemudian tertarik untuk mengikuti kegiatan di masjid sekitar rumahnya untuk mendalami agama.

“Namun justru dari situlah saya mulai mengikuti pengajian yang mengajarkan pola pengajaran dan pembinaan keagamaan yang berbeda. Seiring berjalannya waktu munculah sikap merasa benar sendiri, membatasi pergaulan dengan orang yang tidak sekomunitas dan mulai membenci pemerintah,” ungkap Sri Puji, dalam keterangan yang diterima redaksi, Minggu (12/11).

Baca juga : Rektor Universitas Prasetiya Mulya Ajak Generasi Muda Perhatikan Bahasa Capres-Cawapres

Setelah sekian lama mengikuti pengajian itu, Sri Puji pun bergabung dengan jaringan Noordin M Top dan Dr Azahari. Ia mengaku dua kali tersangkut pidana terorisme. Tahun 2005 akhir, kemudian tahun 2010 pertengahan.

Pada kasus pertama, Puji terlibat terorisme karena menyembunyikan Noordin M Top dan Dr Azahari. Kemudian kasus kedua, dia menyembunyikan Abu Tholut. Puji pernah ditahan di Nusakambangan, Mako Brimob, dan Lapas Kedungpane.

Ia mulai sadar saat dipenjara pada kasus kedua. Saat itu ia ikut program deradikalisasi dari Pemerintah dan BNPT, ada diskusi, dialog dari berbagai kalangan.

Setelah bebas dari penjara untuk kedua kalinya dan telah mengikuti deradikalisasi, Puji ingin kembali ke masyarakat. Namun, ternyata hal itu tidak semudah yang dibayangkan, karena rekam jejaknya sebagai napi terorisme. Sempat mendapat stigma negatif sebagai mantan napiter, Sri Puji akhirnya bisa meyakinkan tetangganya kalau sudah tidak seperti dulu. Ia akhirnya diberi kepercayaan Ketua RT tempat tinggalnya untuk menjadi ketua takmir masjid

Baca juga : Guru Besar UIN Jakarta Dorong Perbaikan MK Pasca Putusan MKMK

"Dengan Pak RT yang punya pola pendekatan merangkul saya, memberi kepercayaan kepada saya. Ini tidak mudah, jadi saya mencoba hal terbaik," kata Puji.

Eks Napiter lainnya, Joko Priyono, menceritakan awal mula ia terpapar dan bergabung dengan jaringan radikal terorisme. Itu berawal saat mulai aktif sebagai aktivis masjid di kampus tempatnya dulu dan menjadi Rohis Fakultas pada 1993. Kala itu ia mempelajari agama Islam secara utuh. Namun, Joko kemudian mulai aktif di kajian-kajian kelompok radikal dan terlibat dalam kasus penangkapan teroris di Caruban, Madiun, pada 15 Mei 2019. 

“Karena itu saya ingatkan, adik-adik mahasiswa agar dapat mempelajari agama dengan guru yang jelas dan benar,” ungkap Joko.

Hadir dalam seminar itu Kepala BNPT Komjen Prof Rycko Amelza Dahniel beserta jajaran pimpinan BNPT di antaranya Plt Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Brigjen Imam Margono, Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Irjen Ibnu Suhaendra, Direktur Pencegahan BNPT Prof Irfan Idris M.A, serta beberapa pejabat eselon lainnya. 

Baca juga : Pemerintah Dorong Penguatan Ekonomi Digital dan Cetak Wirausaha Muda

Pada kesempatan itu, Rycko kembali menegaskan, radikalisme dan terorisme tidak sesuai dan mengancam keutuhan NKRI. Paham radikal terorisme pada awalnya tumbuh dari bibit intoleransi yang merupakan sikap dan pemikiran yang tidak bisa menerima perbedaan. Dia juga menyampaikan bahaya paham radikal terorisme yang dapat merusak lestarinya peradaban umat manusia dan merobek-robek nilai kemunasian.

“Paham ini ajarkan kekerasan, menebar kebencian, melakukan kekejian dan kebiadaban kepada manusia tanpa pandang bulu bagi yang tidak mau mengikuti keinginan/ideologi mereka. Ideologi ini sungguh meninggalkan realitas kehidupan umat manusia yang penuh dengan kasih sayang,” terang Rycko.

Dia menyampaikan, penghargaan dan apresiasi yang tinggi kepada Universitas Semarang (USM), sebagai universitas yang pertama kali mampu membangun infrastruktur dan mendeklarasikan diri sebagai kampus kebangsaan. Kampus USM menjadi pelopor kampus yang menjaga keindonesiaan.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.