Dark/Light Mode

Peneliti: Kerukunan dan Perdamaian Jangan Dinodai Kepentingan Sesaat

Jumat, 5 Januari 2024 15:47 WIB
Konsultan dan peneliti di Wahid Foundation, Libasut Taqwa. (Foto: Istimewa)
Konsultan dan peneliti di Wahid Foundation, Libasut Taqwa. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Upaya mewujudkan dan memelihara kerukunan serta perdamaian masyarakat Indonesia yang beragam merupakan perjuangan yang belum usai. Memasuki tahun 2024, Indonesia juga akan disibukkan dengan perhelatan Pemilu yang seringkali rentan dengan penggunaan politik identitas.

Konsultan dan peneliti di Wahid Foundation, Libasut Taqwa, mengatakan bahwa selama ini Indonesia berhasil dalam menjaga kerukunan umat beragama. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya jumlah konflik yang terjadi dengan latar belakang perbedaan etnis atau agama pasca era reformasi.

“Kita harus akui bahwa selama ini Pemerintah serta masyarakat telah berhasil dalam menjaga kerukunan umat beragama. Sejauh ini, temuan konflik sosial yang terjadi seperti pada masa-masa awal reformasi semakin berkurang. Ini merupakan suatu kemajuan yang harus kita syukuri dan akui berkat kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat,” jelas Libas, Jumat (5/1).

Ia mengungkapkan, Pemerintah telah mendorong berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya kerukunan antarumat beragama, ras, etnis, dan latar belakang lainnya. Namun, di masyarakat masih ditemukan beberapa tantangan yang tidak bisa diremehkan, seperti kurangnya ruang perjumpaan antar agama, suku, dan golongan.

Baca juga : Jaga Perdamaian di Tahun 2024 dengan Tingkatkan Literasi Informasi

Menurutnya, penyebaran literasi yang moderat untuk menjembatani berbagai golongan dengan bermacam latar belakang juga masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Minimnya pengetahuan masyarakat akan eksistensi agama, kelompok, dan golongan yang berbeda dengannya terkadang membuat narasi moderat kalah populer dibandingkan dengan yang justru menyebarkan intoleransi.

Untuk itu, Libas berharap agar kemajuan Indonesia dalam memelihara kerukunan masyarakat antargolongan tidak dirusak oleh kepentingan sesaat di Pemilu 2024. Menurutnya, Pilpres dan Pileg 2024 penting dirayakan dengan suka cita dan riang gembira.

Ia berbendapat, penggunaan politik identitas sebenarnya sudah menjadi penyakit lama, dan tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Sayangnya, cara ini masih memiliki pangsa pasar cukup besar, apalagi di negara Indonesia yang semangat kesamaan antara masyarakatnya masih tinggi. Menyuarakan bahwa terdapat kesamaan latar belakang antara yang akan dipilih dengan basis pemilihnya sebenarnya tidak mengapa selama dilakukan secara sehat.

“Menjelang Pemilu, kita berharap destabilisasi nasional akibat penggunaan isu SARA tidak terjadi. Penggunaan isu identitas untuk kepentingan elektoral bisa menjadi baik selama tidak mendiskreditkan pihak tertentu karena perbedaan latar belakangnya. Strategi politik pemenangan calon tertentu yang menggunakan isu identitas secara diskriminatif inilah yang harus kita tolak,” tegas Libas.

Baca juga : Istana: Penyaluran Bansos Tak Mungkin Ditunda Sampai Pemilu Selesai

Ia melanjutkan, tidak dipungkiri bahwa potensi terjadinya kampanye secara negatif akan tetap ada, mengingat hal yang demikian pernah terjadi di Indonesia. Dia pun mengingatkan, jika terjadi, hal itu akan berdampak buruk pada perkembangan demokrasi di Indonesia. Selain itu, residu pertikaian setelah Pemilu berpotensi menyisakan kerenggangan hubungan sosial di masyarakat.

“Mulai dari kurangnya interaksi antarkelompok, literasi masyarakat yang kurang, serta pemahaman publik yang keliru atas berbagai isu internasional, bisa menjadi faktor suatu kelompok masyarakat termakan narasi intoleran,” imbuh Libas.

Selain itu, kata Libas, berita dari media sosial atau internet dapat memberikan informasi yang tepat, tetapi tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menyaring informasi tersebut. Oleh karena itu, pemahaman kritis terhadap isu-isu internasional perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat bisa mengambil kesimpulan dengan lebih berimbang.

Dalam pandangannya, walaupun seringkali dikesampingkan, fenomena kurangnya literasi atau bahkan konsumsi bahan bacaan yang salah, menjadikan penyakit intoleransi justru semakin kuat menancapkan akarnya. Oleh karenanya, menjadi tugas semua anak bangsa dalam mencegah penyebarannya mulai dari lingkup keluarga untuk terbebas dari sikap intoleran, dengan secara aktif menyebarkan konten moderasi beragama pada orang terdekat.

Baca juga : Yandri Susanto: Bansos Hak Rakyat, Jangan Hentikan Penyalurannya

Libas optimis tahun 2024 akan semakin menunjukkan iklim yang kondusif bagi perbedaan di Indonesia. Terlepas dari segala kekurangan yang masih ada, perdamaian antarumat beragama di Indonesia selalu terasa dan akan semakin menguat di tahun-tahun mendatang.

“Kita berharap tahun politik ini tidak memberikan pengaruh negatif terhadap situasi kehidupan umat beragama di Indonesia. Kalaupun ada, kita berharap Pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama menanganinya. Tidak hanya melalui solusi jangka pendek, namun juga dapat memberikan jalan keluar yang berkesinambungan serta dapat mengakomodasi semua pihak,” pungkas Libas.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.