Dark/Light Mode

Mahasiswa Ajak TKN Prabowo Diskusi Soal Penculikan Aktivis

Selasa, 16 Januari 2024 15:35 WIB
Ilustrasi unjuk rasa mahasiswa. (Foto : rm.id)
Ilustrasi unjuk rasa mahasiswa. (Foto : rm.id)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kasus penculikan mahasiswa yang menyeret Prabowo Subianto selalu dihembuskan jelang Pemilihan Presiden.

Tak ingin menjadi beban sejarah,  sejumlah mahasiswa menantang Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran berdiskusi terkait penculikan mahasiswa yang terjadi di penghujung era Orde Baru itu. 

Menurut perwakilan mahasiswa Nico Gultom, ajakan diskusi bukan karena kepentingan politik tertentu. Namun semata murni mencari keadilan.  

Baca juga : Mardiono Ajak Kader Dan Caleg Diskusi Soal Pemenangan Pemilu 2024

"Gerakan mahasiswa ini bukan berasal dari kepentingan, namun gerakan ini berpusat kepada suara dari hati nurani dengan ikhlas mencari keadilan dan memperjuangkan hak-hak aktivis 98," ungkap Nico Gultom, mahasiswa UBK dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (16/1).

Mahasiswa memberikan waktu kepada Prabowo untuk dalam kurun waktu 7x24 jam untuk mendiskusikan segala hal yang terkait dengan penculikan aktivis  "Jangan sampai kejadian 98 terulang kembali," katanya.

Diketahui, kasus tersebut terjadi ketika Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto masih berkuasa, tepatnya saat pemilihan Presiden Republik Indonesia (Pilpres) periode 1998-2003. Ketika itu, mahasiswa pro demokrasi diculik. Hingga kini belasan aktivis belum ditemukan kabarnya.

Baca juga : Elektabilitas Diklaim Tak Turun, Ganjar Pranowo: Survei Saya Naik Tuh

Sebelumnya, Munafrizal Manan dari Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meminta Komnas HAM RI agar membuka fakta sejarah tentang penculikan aktivis 1998 yang selalu dikait-kaitkan dengan nama Prabowo Subianto yang saat itu masih menjadi Danjen Kopassus.

Ia ingin kasus tersebut harus dilihat dari perspektif hukum dan tidak berhenti pada persepsi, spekulasi, atau asumsi.

Menurut Munafrizal, kemunculan isu tersebut ketika momentum Pilpres sudah menunjukkan ada politisasi.

Baca juga : Kurang Kontrol Emosi, Fajri Gagal Pertahankan Gelar

Ia pun mempertanyakan, perihal ada atau tidaknya bukti yuridis atau fakta yuridis untuk melakukan proses hukum selanjutnya terkait kasus tersebut.

"Mengapa disebut tendensius? Tidak ada keputusan hukum, kesimpulan hukum, tetapi seolah-olah narasi yang dibuat sudah pasti bersalah dan harus bersalah. Itu sendiri sudah tidak adil. Padahal asas praduga tidak bersalah itu menjadi bagian dari hak asasi manusia," kata dia.

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.