Dark/Light Mode

Berkat Ikuti Program Deradikalisasi, Eks Napiter Ajak Masyarakat Sukseskan Pemilu

Rabu, 24 Januari 2024 16:15 WIB
Munir Kartono, eks napiter kasus pemboman Mapolresta Solo (Foto: Istimewa)
Munir Kartono, eks napiter kasus pemboman Mapolresta Solo (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Program deradikalisasi adalah pembinaan berkelanjutan bagi narapidana kasus terorisme (napiter) untuk menghilangkan pemahaman radikal terorismenya. Program yang dijalankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini terbukti berhasil mentransformasikan eks napiter dari yang anti-NKRI menjadi agen demokrasi pengusung keberagaman Indonesia.

Kini ada ratusan eks napiter telah menjadi agen demokrasi dan membantu pemerintah memerangi pemahaman salah, radikal terorisme. Demikian juga jelang Pemilu, mereka mengajak masyarakat untuk menyukseskan proses demokrasi lima tahunan ini agar berlangsung aman, damai, dan lancar.

Salah satunya adalah Munir Kartono, eks napiter kasus pemboman Mapolresta Solo. Dalam kasus itu, Munir yang juga sahabat pentolan ISIS Indonesia Bahrun Naim, bertugas mencari pendanaan online melalui bitcoin.

Munir membagikan pengalamannya mengikuti program deradikalisasi. Proses panjang deradikalisasi Munir dimulai selama masa tahanannya, dengan dialog, diskusi, dan brainstorming diadakan oleh pihak BNPT, Densus 88, akademisi, hingga para tokoh agama.

Baca juga : Lanjutkan Pembangunan, Relawan Relasi Ajak Masyarakat Menangkan Prabowo-Gibran

Munir menjelaskan, pembinaan yang ia terima dalam program deradikalisasi diberikan secara berkesinambungan, termasuk ketika berada di dalam Lapas. Puncak dari proses deradikalisasinya terjadi ketika ia dipindahkan ke Pusat Deradikalisasi BNPT.

“Di sana saya mendapatkan pembinaan yang komprehensif, mencakup aspek keagamaan, wawasan kebangsaan, dan psikologi, serta melibatkan banyak pihak dari akademisi berpengalaman hingga tokoh masyarakat,” kenang Munir, di Jakarta, Rabu (24/1).

Pentingnya pembinaan keagamaan dan wawasan kebangsaan menjadi titik balik baginya. Sebelumnya, Munir menganggap Indonesia sebagai negara thogut yang tidak menjalankan syariat Islam. Namun, pemahaman baru tentang maqashid syariah dan sejarah peran ulama dalam kemerdekaan Indonesia membuka pandangannya.

Munir akhirnya mengubah pandangan radikalnya menjadi pemahaman yang lebih luas dan sesuai dengan semangat Pancasila dan NKRI. Setelah melakukan banyak dialog dan berbagai interaksi dengan para ahli agama dan tokoh masyarakat, ia mengaku bahwa pemahaman yang sebelumnya ia yakini sangat keliru karena membahayakan keselamatan orang lain.

Baca juga : Pilpres Tinggal 24 Hari, Timnas AMIN Ajak Masyarakat Jadi Saksi Perubahan

Munir memberikan pandangan terhadap potensi segregasi dalam masyarakat, terutama melalui isu-isu agama dalam konteks Pemilu. Ia menyoroti peran tokoh masyarakat dan agama untuk memberikan pencerahan dan pengetahuan kepada masyarakat.

“Masyarakat perlu memahami bahwa Pemilihan Umum adalah proses berdemokrasi di Indonesia yang telah diatur oleh konstitusi, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini tentu tidaklah tepat jika ditabrakkan pada tafsiran agama yang keliru, mengatakan bahwa proses demokrasi tidak sesuai dengan syariat Islam. Justru hal ini dapat membahayakan persatuan Indonesia,” terang Munir.

Ia menambahkan, di atas konstitusi Indonesia inilah, banyak agama dan kepercayaan yang dijamin untuk bisa tumbuh dan berkembang, termasuk Islam. Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk mengklaim bahwa Indonesia adalah negara thogut karena tidak sesuai dengan syariat Islam 

Munir menyampaikan harapannya agar pemilu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan positif. Ia menegaskan bahwa Pemilu tidak berkaitan dengan status keimanan seseorang, dan apa pun pilihannya, tidak boleh digunakan untuk memutuskan kekafiran atau keislaman seseorang. 

Baca juga : Perkuat Sosialisasi, Rumah Aspirasi Ganjar Mahfud Jalankan Kampanye Kolaborasi

Segregasi seperti ini seringkali sarat dengan kepentingan politik, dan yang paling dirugikan tentu saja adalah masyarakat lapisan terbawah (grass root). 

Mereka cenderung mudah ditanamkan narasi-narasi yang menyentuh sisi emosionalnya, tanpa mengikutsertakan sisi rasional dalam pengambilan keputusan.

Munir berharap agar masyarakat tetap damai dan rukun meskipun memiliki perbedaan pilihan politik. Ia menilai bahwa perbedaan, termasuk dalam pilihan politik, adalah hal yang lumrah dan tidak perlu disikapi dengan cara yang berlebihan.

“Saya berharap, semoga pengalaman yang saya dapatkan bisa memberikan kontra-argumen terhadap narasi radikalisme dan terorisme. Terbukti bahwa program deradikalisasi mampu membawa perubahan pemikiran, dan pendekatan yang komprehensif dapat membawa seseorang kembali ke pangkuan NKRI,” terang Munir.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.