Dark/Light Mode

Denny JA Usul Golkar Dan Gerindra Koalisi Semi Permanen, Ini Alasannya

Kamis, 7 Maret 2024 21:00 WIB
Pendiri LSI, Denny JA. (Foto: Ist)
Pendiri LSI, Denny JA. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pendiri LSI, Denny JA mengatakan, pada 2045 Indonesia diprediksi menjadi negara terbesar keempat secara ekonomi. Untuk mencapai target tersebut memerlukan kesenimbungan kepemimpinan.

“Berarti selama 20 tahun itu, kita memerlukan konsistensi kekuasaan yang bersetuju mencapai satu gagasan besar bersama, yang terus dirawat,” ujarnya, Kamis (7/3/2024).

Menurut dia, pada titik inilah koalisi semi permanen untuk mengawal pemerintahan sampai tahun 2045 menjadi terpenting. Salah satu tugas koalisi ini termasuk membantu siapa yang akan menjadi the next presiden hingga 2045, yang memiliki visi yang sama.

“Karena saat ini, Gerindra dan Golkar yang menjadi partai terbesar di pemerintahan, maka dua partai ini bisa memimpin koalisi semi permanen hingga 2045,” ujarnya.

Denny mengatakan, tren partai pemenang Pileg terus turun. Misalnya, dalam tahun 1999, PDIP mampu mendapatkan kemenangan dengan dukungan 33,74 persen. Di tahun itu masih ada partai yang menang di atas 30 persen.

Baca juga : Makan Siang Dan Susu Gratis Demi Generasi Indonesia Emas

Lalu di tahun 2004, Golkar yang menang di angka 21,58 persen. Tahun 2009, Demokrat yang menang dengan suara 20,85 persen. Di pemilu  2014, PDIP menjadi pemenang dengan 18,95 persen. Lalu pada 2019, PDIP menang dengan angka 19,33 persen. Berdasarkan quick count LSI Denny JA, PDIP jadi pemenang di 2024 dengan angka 17 persen.

Apa yang terjadi dengan pertumbuhan partai politik yang terus menurun? Menurut Denny, terminologi ilmu politik, ada yang disebut party ID, party identification.  Di Amerika Serikat, dari 100 persen pemilih itu, 60 persen warga loyal kepada partainya. Namun di Indonesia, rata-rata  Party-ID nya hanya 30 persen saja. Sebanyak 70 persen pemilih mengambang bisa ke mana saja.

Apa efek rendahnya Party-ID? Akibat pertamanya adalah stabilitas koalisi di DPR. Bagaimanapun, siapapun presiden yang terpilih, dari partai manapun, dia memerlukan dukungan mayoritas DPR. Tanpa dukungan mayoritas DPR, kebijakan presiden lumpuh. Jika mayoritas DPR beroposisi, UU yang diajukan presiden, dan APBN yang dikehendaki akan berlarut.

Karena semakin mengecilnya partai pemenang pemilu, perlu memunculkan satu inovasi baru, satu gagasan baru. Dia mengaku, sudah sampaikan pada Jokowi dalam perjumpaan empat mata, sebelum hari pencoblosan. “Saya juga sudah sampaikan kepada Prabowo dalam percakapan berdua,” katanya.

Kebijakan seorang presiden atas sebuah gagasan besar memerlukan waktu hingga 20-25 tahun agar gagasan itu kokoh dieksekusi hingga tuntas dan detail. Artinya, sebuah gagasan besar hanya mungkin mengejawantah jika didukung oleh beberapa presiden tanpa diinterupsi, tanpa dioposisi.

Baca juga : Kemenag Tunda Pengumuman Hasil Seleksi PPIH Arab Saudi 2024 Besok, Ini Alasannya

Contohnya IKN, pindah ibu kota baru ke Kalimantan. Agar IKN itu benar-benar bisa tuntas berdiri di sana, dan semua instrumen pemerintahan bekerja di sana, tumbuh dan kemudian juga sehat, itu tak selesai dalam waktu lima  tahun.

IKN memerlukan waktu 20 tahun sampai 25 tahun agar terkonsolidasi. Apa jadinya jika di tengah jalan, IKN ditentang karena presiden baru tak memiliki komitmen memindahkan ibu kota, bahkan berupaya membatalkan UU yang mendasarinya.

Lalu apa solusinya? Kata dia, harus coba memulai membuat semacam barisan nasional di Malaysia, koalisi semi permanen, setidaknya untuk kerja sama selama 20 tahun. 20 tahun karena 2045 tinggal 20 tahun lagi. Setelah Prabowo terpilih di tahun 2024-2029, diperlukan tambahan lima belas tahun, tiga pemilu presiden lagi.

Pada titik inilah koalisi semi permanen untuk mengawal pemerintahan sampai tahun 2045 menjadi terpenting. Salah satu tugas koalisi ini termasuk membantu siapa yang akan menjadi the next presiden hingga 2045, yang memiliki visi yang sama.

Karena saat ini, Gerindra dan Golkar yang menjadi partai terbesar di pemerintahan, maka dua partai ini bisa memimpin koalisi semi permanen hingga 2045. Siapa ketum Gerindra dan ketum Golkar hingga 2045 menjadi krusial.

Baca juga : Temui Wapres, AHY Lapor Dan Mohon Wejangan Soal Pertanahan

Lanjut Denny, partai lainnya yang kini ikut dalam Koalisi Indonesia Maju di bawah Prabowo- Gibran, seperti PAN dan Demokrat menjadi pilihan sekutu yang pertama. Sebagian dari partai di luar koalisi pemenang pilpres, seperti PKB, Nasdem, PPP, bahkan PDIP dan PKS, bisa mempertimbangkan diri untuk bergabung.

Tentu saja penting pula menyisakan partai politik untuk tetap berada di luar pemerintahan. Oposisi politik tetap diperlukan.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.