Dark/Light Mode

Kalau Pilih Oposisi, PDIP-PKS Sudah Berpengalaman

Kamis, 2 Mei 2024 08:32 WIB
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu. (Foto: PKS)
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu. (Foto: PKS)

RM.id  Rakyat Merdeka - Keinginan PKS gabung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak berjalan mulus. Kehadiran PKS ditolak mentah-mentah Partai Gelora yang jadi salah satu pengusung awal Prabowo-Gibran. Daripada ngarep masuk koalisi, PKS sebaiknya gabung PDIP jadi oposisi. Apalagi, kedua partai yang ideologi dan pengkaderan kuat itu, punya pengalaman panjang berjuang di luar pemerintahan.

Nasib PKS tidak semulus partai pendukung Anies Baswesan lainnya seperti Partai NasDem dan PKB yang disambut tangan terbuka oleh partai pendukung Prabowo-Gibran. Ganjalan PKS gabung adalah penolakan keras dari Partai Gelora.

Untuk diketahui, Partai Gelora adalah pecahan dari PKS. Partai ini dipimpin oleh Anis Matta yang juga eks Presiden PKS. Anis diperkuat eks elite-elite PKS, seperti Fahri Hamzah, Achmad Rilyadi dan Mahfuz Sidik.

Partai Gelora beralasan, PKS kerap menyerang Prabowo-Gibran dan Jokowi saat Pilpres 2024. Selain itu, PKS juga dinilai sering mengeluarkan narasi yang mengadu domba dan memecah belah masyarakat.

“Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya,” ujar Sekjen Gelora Mahfuz Sidik, Rabu (1/4/2024).

Baca juga : Kita Butuh Oposisi Seperti Apa?

Penolakan keras juga sebelumnya disuarakan Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Eks Wakil Ketua DPR itu menilai, PKS tak punya ideologi jika mau bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran.

Fahri menyoroti, soal ketiadaan kader di PKS yang bisa mengusung ideologi mereka secara konsisten. Fahri menyebut, di PKS saat ini yang ada hanya mesin partai dan petugas partai.

Presiden PKS, Ahmad Syaikhu buka suara soal penolakan tersebut. Syaikhu menegaskan, keputusan PKS oposisi atau gabung pemerintah bakal ditentukan oleh Majelis Syuro.

Ia pun mengaku, tidak masalah jika nantinya PKS mengambil keputusan untuk menjadi bagian koalisi atau justru berada di luar pemerintah sebagai oposisi. “Bagi kami nggak masalah, mau di luar, di dalam, kami punya pengalaman tersendiri ya,” tegas Syaikhu.

Partai Gerindra merespons sikap Partai Gelora yang menolak jika PKS bergabung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Waketum Gerindra, Habiburokhman yakin, akan ada titik temu mengenai itu.

Baca juga : Sukses Jalani Debut Piala Thomas, PBSI Sanjung Alwi Farhan

"Kami yakin kalau kita bicara kepentingan bangsa dan negara maka akan ada titik temu," kata Habiburokhman.

Sama seperti PKS, PDIP juga sejauh ini belum menentukan sikap berada di dalam atau di luar pemerintahan Prabowo-Gibran. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, keputusannya akan disampaikan setelah Rakernas yang bakal dilaksanakan pada 24-26 Mei di Jakarta.

“Rakernas partai ke depan akan merumuskan sikap-sikap politik dalam menghadapi seluruh dinamika politik nasional maupun global dan juga langkah-langkah strategis yang akan dilakukan partai pasca pemilu," kata Hasto di Majalengka, Jawa Barat, Sabtu, (27/4/2024).

Lalu apa tanggapan pengamat? Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro menyebut, sejak awal menjadi Capres, Prabowo berniat untuk merangkul semua pihak jadi mitra politik. Niatan ini bisa menyebabkan fungsi pengawasan legislatif tidak berjalan optimal.

“Bicara partai oposisi, maka yang sudah teruji stamina politik hanya ada dua, yakni PDIP dan PKS. PDIP di era Presiden SBY, sementara PKS di masa Presiden Jokowi,” ujar Agung .

Baca juga : Tim Voli Jakarta Electric PLN Dirilis, Diisi Pemain Berpengalaman

Menurut dia, PDIP dan PKS sebaiknya memilih oposisi. Sebab, keduanya bakal punya peran yang cukup strategis untuk mengawal kebijakan pemerintah.

“Walaupun semuanya masih dinamis, karena ini semua tergantung dari pendekatan PDIP-PKS ke Prabowo dan pendekatan Prabowo ke PKS-PDIP. Artinya harus saling mendekati,” pungkasnya.

Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno mengatakan, PKS merupakan partai ideologis. Adi meyakini, PKS tidak mau berkoalisi dengan pihak yang menang.

"PKS ini partai ideologis. Kalau kalah, harus di luar. Tak mau berkoalisi dengan yang menang," ujar Adi

Menurut Adi, menjadi oposisi lebih menguntungkan bagi PKS. Apalagi, kata dia, elite dan pemilih menginginkan PKS berada di luar pemerintah. Adi menyebutkan, PKS telah terbukti solid dan kuat sebagai oposisi selama 10 tahun di pemerintahan Presiden Jokowi. "Elite dan basis pemilih PKS kecenderungannya terlihat ingin di luar," ucapnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.