Dark/Light Mode

Tidak Mendapat Opini WTP, Tidak Perlu Membayar

Selasa, 21 Mei 2024 19:35 WIB
Rizal Djalil. (Foto: Ist)
Rizal Djalil. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tidak terbayangkan oleh dua puluhan Anggota Panja DPR RI tentang RUU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2007 saat menyetujui Pasal 6 tentang Tugas dan Wewenang BPK, akan menimbulkan kehebohan seperti sekarang. Inti dari pasal tersebut adalah BPK berwenang memeriksa tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh Kementerian, Lembaga, Pemda, BUMN, BUMD dan semua Institusi yang menggunakan uang negara.

Pemeriksaan yang dilakukan berupa; Pemeriksaan Laporan Keuangan yang berujung opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), disclaimer, Pemeriksaan Kinerja dan bila dianggap perlu bisa melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). PDTT dilakukan bila ada indikasi tertentu yang mengarah fraud.

Apa itu WTP? Menurut International Standard Auditing (ISA) 700 pada paragraph 16, opini WTP adalah opini yang diberikan auditor jika laporan keuangan dibuat dalam segala hal yang material sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Sedangkan menurut UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dijelaskan secara teknis pada petunjuk teknis: WTP memuat pernyataan bahwa laporan keuangan menyajikan informasi keuangan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akutansi Pemerintah.

Baca juga : Rupiah Menguat Tipis Ke Rp 16.089 Per Dolar AS

Pada Laporan Keuangan Kementerian Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara tahun 2022 sebanyak 99 persen memperoleh opini WTP, hanya 1 persen yang WDP. Sedangkan dari 542 Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebanyak 91 persen mendapat opini WTP, hanya 8 persen opini WDP, dan 1 persen disclaimer.

Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa tata kelola keuangan di Republik ini telah mengikuti standar pengelolaan yang baik.

Apa yang jadi soal? Dalam proses mendapatkan opini tersebut, hanya auditor, pihak yang diperiksa, dan Tuhan yang tahu, apakah opini tersebut diperoleh secara wajar atau sebaliknya. Secara empiris, menteri dan kepala daerah tidak perlu terlalu khawatir dengan opini yang diberikan oleh auditor. Pada periode 2009-2014 dan 2014-2019: Kemendikbud dan Kementerian Kelautan dan Perikanan pernah memperoleh opini disclaimer 2 kali berturut turut.

Baca juga : The Djoker Tumbang

Menterinya menerima secara ikhlas setelah dijelaskan persoalan yang menyebabkan kementeriannya mendapat opini disclaimer karena sebagian masalahnya terkait masalah aset. Setelah "dituntun" Institusi Pemeriksa Internal Pemerintah, dan kerja keras staf Kementerian, toh akhirnya dua kementerian ini berhasil memperoleh opini WTP tapa harus membayar satu rupiah pun kepada auditor saat itu.

Perlu Dewan Kehormatan

Untuk mencegah terulangnya "kehebohan" seperti saat ini, sebenarnya sudah ada MKKE (Majelis Kode Etik) di BPK yang beranggotakan: Pihak Internal BPK (beberapa Anggota) ditambah Pihak luar. Namun, lembaga ini dianggap tidak maksimal dengan berbagai keterbatasan yang ada. Perlu dipikirkan, ke depan membentuk Dewan Kehormatan BPK (semacam DKPP terkait Pemilu), Anggotanya berisi Anggota Komisi XI DPR, wakil masyarakat sipil, tokoh masyarakat dan profesional yang benar-benar independen dan disegani. Semoga semuanya menjadi lebih baik.

Baca juga : Tips Hindari dan Hentikan Perundungan di Dunia Maya

Oleh: Rizal Djalil

Penulis adalah Anggota Panja RUU BPK DPR RI tahun 2007

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.