Dark/Light Mode

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia

Demi Perdamaian, Mainkan Semua Jurus Pendekatan

Jumat, 31 Mei 2024 21:21 WIB
Cuplikan video saat KRI Tjiptadi-381 menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, akhir Desember 2019. [Foto: Antara/HO/Dispen Koarmada I/pras]
Cuplikan video saat KRI Tjiptadi-381 menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, akhir Desember 2019. [Foto: Antara/HO/Dispen Koarmada I/pras]

 Sebelumnya 
Lalu komoditas pangannya, LCS juga menyimpan kekayaan ikan yang tak ternilai harganya. Pada 2012, Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina menyebutkan, LCS memiliki sepertiga dari total keanekaragaman laut di dunia yang berkontribusi terhadap 10% dari total tangkapan ikan di planet bumi.

Beberapa komoditas perikanan laut juga terkandung di dalam LCS, seperti ikan layur, makarel, scraper hitam, teri, udang, kepiting hingga ikan kecil lainnya. Jika melihat kekayaan alam yang melimpah ini, wajar saja, jika LCS terus jadi rebutan.

Selain kaya akan sumber daya alamnya, LCS juga berada di jalur perdagangan strategis yang dilalui oleh kapal tanker pengangkut minyak. Menurut CFR, 50% dari total kapal tanker pengangkut minyak global melewati LCS.

Baca juga : Indonesia Harus Kuatkan Perkawanan & Pertahanan

Jumlah kapal tanker pengangkut minyak yang melalui LCS, 3 kali lebih banyak dari Terusan Suez dan lebih dari lima kali Terusan Panama. Lebih dari setengah dari 10 pelabuhan pengiriman terbesar di dunia juga berlokasi di LCS. Jadi, selain kaya sumber daya alam, LCS juga terletak di lokasi yang sangat strategis.

Peta Terbaru Versi China

Belum selesai berkonflik, Kementerian Sumber Daya Alam China pada Senin 28 Agustus 2023, ternyata mengumumkan Peta Standar China 2023. Di peta ini, China mempertahankan klaim klasiknya yang disebut sebagai Sembilan Garis Putus-putus di kawasan LCS.

Baca juga : Moderasi Beragama Cara Indonesia Ciptakan Perdamaian & Persatuan

Hal terbaru dalam peta ini adalah masuknya kawasan laut bagian timur Taiwan, sehingga menambah satu garis putus --dari 9 menjadi 10 Garis Putus-putus. Peta ini juga memperluas klaim atas wilayah laut yang berbatasan dengan Filipina.

Namun mengenai hal ini, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi mengatakan, posisi Indonesia selalu konsisten pada hukum UNCLOS 1982. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) juga disebut Law of the Sea Convention atau Law of the Sea Treaty, perjanjian internasional yang menetapkan kerangka hukum untuk semua kegiatan kelautan dan maritim.

"Posisi Indonesia ini bukan posisi yang baru, tapi posisi yang selalu disampaikan secara konsisten, yaitu bahwa penarikan garis apa pun, klaim apa pun yang dilakukan, harus sesuai dengan UNCLOS 1982," kata Retno kepada wartawan, 31 Agustus 2023, mengomentari Peta Terbaru Versi China di tahun yang sama.

Baca juga : Baja Lapis Buatan Indonesia Dijempolin Di Pameran Konstruksi Terbesar Australia

Sayangnya, menurut Arie Afriansyah, Direktur Center for Sustainable Ocean Policy, Universitas Indonesia, China juga tidak mau menerima putusan Pengadilan Arbitrase Permanen 2016. "China tetap tidak mau menggunakan UNCLOS dalam hal ini. Mereka tetap mendasarkan pendirian pada historical background," katanya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.