Dark/Light Mode

Profauna Minta Pemburu Liar Dihukum Minimal 2 Tahun

Sabtu, 16 November 2019 16:50 WIB
Kawanan gajah liar/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Kawanan gajah liar/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Protection of Forest & Fauna (Profauna), LSM bidang perlindungan hewan liar, meminta pemerintah lebih memerhatikan masalah perlindungan satwa. Komitment dan spirit pemerintahan sebelumnya, yang ada dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 1993, perlu dilanjutkan dengan upaya konkret yang faktual.

Chairman Profauna, Rosek Nursahid, menjelaskan, permasalahan perlindungan satwa memang terus berkembang dan makin membutuhkan perhatian khusus. “Lihat saja perburuan, penangkapan, dan perdagangan satwa liar yang dilindungi makin masif. Ini mengancam ekosistem flora dan fauna yang menjadi perhatian global,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (16/11).

Menurut dia, isu-isu perburuan dan perdagangan satwa makin menunjukkan kondisi yang sudah kritis. “Ambil contoh burung. Beberapa jenis tertentu hampir punah karena kurangnya perhatian dari pemerintah,” tegasnya.

Baca juga : Tok, Mantan Direktur PT KS Divonis 1,5 Tahun

Sebenarnya, lanjut dia, komitmen pemerintah dalam melindungi satwa sudah menjadi perhatian khusus di zaman Presiden Soeharto. Di era Orde Baru, pemerintah menerbitkan Keppres No 4/1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Dalam Keppres itu disebutkan tiga satwa yang dinyatakan sebagai satwa nasional yakni Komodo, Ikan Siluk Merah, dan Elang Jawa. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bunga nasional yakni Melati, Anggrek Bulan, dan Padma Raksasa (Rafflesia Arnoldi).

Keppres yang ditetapkan 9 Januari 1993 memiliki andil besar membawa nama Komodo dan Rafflesia Arnoldi hingga terkenal seperti sekarang. “Seiring perkembangan zaman, tantangan untuk melindungi satwa dan fauna juga bergeser,” paparnya.

Rosek menilai, jika dahulu tantangan di era Orba adalah regulasi, sekarang di zaman ini tantangannya berupa implementasi penegakan hukum di lapangan. “Banyak kasus yang disidangkan di pengadilan justru dijerat dengan hukuman minimal. Hal ini karena aturan kita mengatur hukuman maksimal, sehingga faktanya berbeda di lapangan,” ujarnya.

Baca juga : Jaksa Minta Hak Politik Bowo Sidik Pangarso Dicabut 5 Tahun

Rosek juga mendesak, pemerintah dan DPR dapat membuat regulasi baru yang mengatur hukuman minimal. “Kami dari Profauna mendesak adanya regulasi tentang hukuman minimal 2 tahun untuk orang yang terbukti melakukan perburuan, penangkapan, serta perdagangan satwa yang dilindungi,” tegasnya.

Emil Salim, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kependudukan di era Orde Baru, juga pernah mengisahkan perlakuan penguasa terhadap binatang. Emil mengungkapkan kisah Soeharto dan penggiringan kawanan gajah agar masuk kembali ke hutan. Emil Salim menuliskan kisah itu dalam buku “Pak Harto The Untold Stories” terbitan 2012.

Emil Salim menceritakan peristiwa itu terjadi saat dia menjadi menteri yang mengawasi dan melestarikan alam. Tiba-tiba dia mendapatkan telepon dari Palembang. Isi telepon tersebut menyatakan, para tentara yang ada di sana sedang bersiap-siap hendak menembak rombongan gajah yang “mengamuk”. Kawanan gajah tersebut merusak kebun-kebun dari sebuah desa transmigrasi yang baru saja didirikan.

Baca juga : Papua Minta Jatah Minimal 2 Kursi Menteri

Mendapatkan laporan itu, Emil lantas mempelajarinya. Ternyata gajah-gajah yang hidup di hutan pedalaman Sumatera itu memang memiliki ritual, yaitu pergi ke laut setahun sekali untuk memperoleh garam. Jalan yang harus mereka lalui selalu sama. Sayangnya, jalan tersebut belakangan digunakan untuk membuat kebun, dan hal itu tidak diketahui Dinas Transmigrasi. Penduduk yang ketakutan itu kemudian meminta bantuan para tentara.

Emil Salim segera melaporkan peristiwa itu ke Soeharto dan Panglima ABRI saat itu, Jenderal TNI Try Sutrisno. Soeharto tegas melarang para tentara menembaki gajah-gajah tersebut. Ia meminta para anggota TNI agar menggiring gajah masuk hutan lagi melalui jalan lain yang tak melintasi desa. “Pak Harto menyarankan digunakannya perangkat bunyi-bunyian seperti terompet, kayu yang dipukul-pukul, kentongan dan sebagainya untuk menggiring gajah,” terang Emil Salim.

Para anggota TNI segera melaksanakannya. Saran itu ternyata membuahkan hasil. Gajah-gajah itu bisa kembali hutan. Saat gajah-gajah itu mendekati habitatnya, para anggota TNI yang mengawalnya sampai menitikkan air mata. Soeharto pun tampak senang mendapatkan kabar itu, lantas mengundang para tentara tersebut ke Bina Graha. [KW]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.