Dark/Light Mode

Hak Politik Romy Dicabut, Sekjen PPP Anggap Berlebihan

Rabu, 8 Januari 2020 06:57 WIB
Romahurmuziy, terdakwa suap jual beli jabatan di Kemenag.
Romahurmuziy, terdakwa suap jual beli jabatan di Kemenag.

RM.id  Rakyat Merdeka - Sekjen PPP Arsul Sani angkat bicara soal tuntutan kasus hukum yang menimpa mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Arsul menyebut, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang mencabut hak politik Romy selama lima tahun, terlalu berlebihan. 

“Soal dicabutnya hak politik ini berlebihan karena yang dituntut kan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor yang mengatur gratifikasi, bukan suap. Jadi JPU sendiri yang meyakini tidak ada suap di sini tapi penerima gratifikasi,” ujar Arsul kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Sebelumnya, Senin (6/1), di Pengadilan Tipikor, Jakarta, JPU KPK Wawan Yunarwanto menuntut Romy dengan tuntutan empat tahun penjara, denda Rp 250 juta. 

Romy dinilai, terbukti menerima suap Rp 255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi. 

Baca juga : Penyerang Novel Ditangkap, Semoga Prestasi Kapolri Berlanjut

Selain itu, jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Romy sebesar Rp 46,4 juta selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. 

JPU juga meminta hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya. 

Arsul menyebut tuntutan ini belum hasil akhir. Wakil Ketua MPR ini berharap pengadilan tipikor dalam proses menjatuhkan putusannya mencermati seluruh fakta persidangan. 

Menurutnya, ada dua hal yang terungkap dalam persi dangan. Pertama, uang yang di sebutkan sebagai suap atau hadiah tidak diterima oleh Romy, tetapi melalui aju dan nya. Kedua, uang yang didakwa sebagai suap itu sudah di kembalikan.“PPP berharap ini dicermati dan dipertimbangkan betul oleh Majelis Hakim. Jadi, ini belum vonis,” pungkasnya. 

Baca juga : Emak emak DPR Banteng Beri Sembako Ke Panti Asuhan

Sementara, Romy menyebut tuntutan tersebut copy-paste (copas) dari dakwaan. Jika begitu, lebih baik KPK tidak menghadirkan saksi dalam sidang agar mengurangi biaya. Dia menyarankan pembacaan dakwaan langsung tuntutan agar mempercepat per sidangan.“Sejak 11 September saya sudah didakwa dengan tuntutan yang dibaca hari ini,” kata Romy, usai sidang. 

Menanggapi ini, pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno mengimbau PPP tidak perlu berlebihan menanggapi kasus Romy. Terlebih, soal pencabutan hak politik. 

“PPP harusnya biasa-biasa saja, tidak perlu kaget, karena tidak ada preseden. Seperti KPK sebelumnya, koruptor itu kan dimiskinkan dan dicabut hak politiknya,” ujar Adi kepada Rakyat Merdeka. 

Adi mencontohkan sejumlah politisi dicabut hak politiknya. Seperti Anas Urbaningrum dari Partai Demokrat, Luthfi Hasan dari PKS, hingga Ratu Atut Chosiyah dari Partai Golkar. 

Baca juga : Satukan Partai, Tokoh Senior PPP Harus Bertemu

“Kecuali kalau hanya Romy yang dicabut hak politiknya. KPK juga tidak bisa diintervensi. PPP tidak perlu kaget dengan peristiwa ini,” pungkas nya. [BSH]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.