Dark/Light Mode

Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat Saat Pandemi Covid-19

Minggu, 19 April 2020 15:08 WIB
Kampanye setop kekerasan pada perempuan (Foto: Istimewa)
Kampanye setop kekerasan pada perempuan (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi Covid-19 ternyata memperbesar ketidaksetaraan dan diskriminasi yang dihadapi perempuan. Saat ini, ada peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak yang terjadi secara global. Di Tunisia terdapat peningkatan laporan kekerasan terhadap perempuan sebanyak 5 kali lipat pasca 5 hari diberlakukannya isolasi diri. Peningkatan kekerasan dalam rumah tangga sebesar 40‐50 persen juga terjadi di Spanyol semenjak diberlakukannya isolasi mandiri.

Ketika pandemi Covid-19 memperparah beban ekonomi dan sosial, kekerasan berbasis gender terus meningkat. Banyak perempuan terpaksa 'terisolasi' di rumah dengan pelaku kekerasan dan pada saat yang sama, layanan untuk mendukung para penyintas, terganggu, atau tidak dapat diakses.

Ketua Dewan Pengurus International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Dian Kartikasari, menyebutkan, masa isolasi mandiri sangat berpotensi menciptakan peluang konflik dalam rumah tangga. “Pada kondisi normal, kegiatan keluarga lebih banyak dilakukan di luar rumah, sehingga memperkecil tingkat interaksi dan konflik dalam rumah tangga,” katanya.

Baca juga : Prospek Tanaman Obat Makin Menjanjikan di Tengah Pandemi Covid-19

Dalam asesmen yang dilakukan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) di 111 komunitas, ditemukan adanya 86 kasus kekerasan yang terjadi. “Jumlah ini bisa jauh lebih besar karena fenomena kekerasan dalam rumah tangga seperti gunung es yang hanya tampak kecil di permukaan,” sambung Dian.

Kasus kekerasan yang dialami perempuan saat ini sangat beragam. Mulai dari kekerasan fisik, psikis, hingga seksual. Untuk itu, perempuan kepala keluarga sudah seharusnya mendapat perhatian lebih di masa pembatasan sosial. “Usaha promotif dengan memaknai pembatasan sosial sebagai hal yang positif, usaha preventif, responsif dan rehabilitatif menjadi penting dalam memperbaiki keadaan,” tuturnya.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan, pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah berimbas pada terbatasnya layanan seperti penutupan rumah singgah maupun rumah aman, yang menyebabkan korban tidak tahu harus berlindung ke mana. “Selama masa pandemi, pendampingan terhadap korban kekerasan terus dilakukan Komnas Perempuan secara online. Laporan kekerasan terhadap perempuan akan ditindaklanjuti berdasarkan kebutuhan korban,” katanya.

Baca juga : Infodemik Dapat Memperburuk Pandemi Covid-19

Jika terkait dengan penanganan kasus litigasi, Komnas Perempuan akan memberi rujukan ke LBH APIK dan jika korban membutuhkan pemulihan psikologis maka akan dirujuk ke Yayasan Pulih. Aminah juga meminta pemerintah untuk tetap memastikan akses layanan inklusif dalam pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan. Penyebaran informasi berperspektif gender juga diperlukan untuk memastikan adanya pembagian kerja setara antara laki-laki dan perempuan di ranah domestik, khususnya selama masa pembatasan sosial.

Kepala Pusat Riset Gender Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Iklilah Muzayyanah, mengungkapkan, pandemi Covid-19 turut menjadi salah satu pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. “Dampak pandemi terhadap perekonomian, seperti terjadinya pemutusan hubungan kerja atau pemotongan upah kerap kali menjadi pemicu awal terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya.

Lebih lanjut Iklilah menyampaikan, akar permasalahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan di ranah privat maupun publik. “Cara pandang seperti ini akan menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja jika ada pemicunya. Hari ini, Covid-19 adalah pemicunya,” imbuhnya.

Baca juga : China Ketar Ketir

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Destri Handayani menyatakan, pihaknya telah menggagas sebuah program untuk mengantisipasi meningkatnya kasus KDRT pada masa pandemi Covid-19. Program tersebut mempunyai 10 aksi dan diberi nama Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita atau Gerakan Berjarak. “Program ini dibentuk untuk memastikan perempuan dan anak tetap aman serta melakukan proses rehabilitasi apabila diperlukan,” katanya.

Program ini diimplementasikan langsung di tingkat desa, dengan adanya relawan gugus tugas Covid-19 mulai dari tingkat desa sampai ke pusat. KPPPA juga mengupayakan agar Rumah Aman dapat dibuka kembali dan mendorong adanya pengarusutamaan gender dalam penanganan Covid-19. “Koordinasi dan kebijakan yang terintegrasi adalah tuntutan yang harus dipenuhi dalam situasi krisis seperti ini,” tandasnya. [OSP]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.