Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Soal Polling New Normal Vs New President, Pengamat: Sesat Akademik

Senin, 1 Juni 2020 07:15 WIB
Emrus Sihombing. (Foto: ist)
Emrus Sihombing. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyoroti adanya polling tentang pilihan New Normal atau New President di laman pollingkita.com. Emrus menilai, jajak pendapat yang dibuat pada Kamis (28/5) itu sesat akademik, kurang mendidik, tidak tepat konteks, dan mengandung aroma politik pragmatis-transaksional.

Direktur EmrusCorner ini menguraikan, polling itu sesat akademik karena tidak logis menyepadankan New Presiden dan New Normal. "Itu memutlakkan hanya pada dua pilihan dikotomi. Publik tidak diberikan kebebasan pilihan lain, yaitu tidak keduanya. Inilah yang saya sebut sebagai bentuk metode penelitian “memenjarakan” responden. Jadi, sesat akademik," tegas Emrus dalam rilis yang diterima RMco.id, Minggu (31/5). 

Dari aspek akademik, jika memberikan pilihan atau membedakan antara fenomena satu dengan yang lain, maka harus berada pada “keluarga” yang sama atau sepadan. Misalnya, memberikan tawaran pilihan antara zat cair dengan zat cair lain. "Jangan padankan benda cair dengan benda padat, karena ciri, fungsi dan kegunaanya dari dua benda ini sudah memang berbeda atau aksioma," imbuhnya. 

Baca juga : JK: Jangan Dibikin Rumit

Jadi, menurut Emrus, harusnya pilihan yang disodorkan ke responden yaitu New Normal dan Not New Normal. "Selain setara, hasil dari dua pilihan ini jauh lebih bermanfaat untuk mengevaluasi program dan kebijakan pemerintah dalam menentukan timing yang tepat menentukan saat berlakunya new normal," tutur Emrus.

Tapi, Emrus juga tak sepakat jika pilihannya New President dan Not New Presiden. Dari sudut kesetaraan, pilihan itu memang masuk akal. Namun, tidak memenuhi unsur konteks. 

Persoalan utama yang dihadapi saat ini bukan komunikasi politik pragmatis, tetapi masalah kemanusiaan yang mengemuka karena Covid-19. 

Baca juga : KAI Siapkan Pedoman New Normal Untuk Pelanggan Kereta Api

"Saat ini, Indonesia tidak dalam agenda konteks Pilpres. Semua pihak harus menghindari politik pragmatis seperti yang termuat pada dua pilihan dalam polling dimaksud," kritiknya. 

 Dia juga menilai, polling itu sangat berpotensi menimbulkan sesat pikir dan bisa memanipulasi persepsi publik. Selain itu juga bisa mengganggu upaya bersama menghalau dan mengatasi dampak Virus Corona.

Seharusnya, kata Emrus, semua komponen dan berbagai bidang kehidupan sosial, termasuk bidang politik, harus bahu membahu melawan Covid-19. 

Baca juga : KAI Pelayanan Hukum Tak Boleh Berhenti Saat Masa Pandemi

Dia pun menduga, ada aroma komunikasi politik pragmatis-transaksional untuk menggeser isu, dari upaya negeri ini menghambat penyebaran dan mengatasi dampak Covid-19 ke ranah politik pragmatis tertentu yang tidak produktif.

Direktur EmrusCorner ini pun meminta Juru Bicara (Jubir) Istana untuk tidak diam saja. "Jubir jangan sampai berpangku tangan sehingga terkesan membiarkan adanya polling sesat akademik berpotensi merugikan posisi pemerintahan Joko Widodo di ruang publik," imbau Emrus. 

"Hati-hatilah terhadap polling politik yang sesat akademik karena berpotensi memanipulasi persepsi publik. Para Jubir harus lebih bekerja optimal, cepat dan juga harus cerdas," tandasnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.