Dark/Light Mode

Soal The New Normal

JK: Jangan Dibikin Rumit

Minggu, 31 Mei 2020 07:22 WIB
Jusuf Kalla (Foto: Istimewa)
Jusuf Kalla (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mantan Wapres Jusuf Kalla angkat bicara soal The New Normal. Seperti biasa, JK tidak pakai bahasa yang ribet. Baginya, The New Normal sebenarnya simpel, sehingga jangan dibikin rumit. Ribet di awal, lama-lama juga terbiasa, begitu katanya.

Rencana pemerintah menerapkan The New Normal masih menuai polemik. Ada yang setuju dan ada yang nolak. Mereka yang nolak, acuannya adalah penanganan corona yang belum menggembirakan. Dikhawatirkan, The New Normal bisa memicu penyebaran Covid-19 gelombang kedua. 

Meski banyak kritik, pemerintah tetap bersikukuh. Persiapan sudah dijalankan. Bahkan Presiden Jokowi sudah perintahkan TNI dan Polri untuk ikut mengawal The New Normal berjalan lancar. 

Kemarin, dalam diskusi virtual bertajuk “The New Normal Indonesia: Apa Maksudnya, Sudah Waktunya, Apa Agenda Semestinya?” JK bicara banyak. Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) ini bilang, penerapan kehidupan dengan kebiasaan baru yang akan diterapkan pemerintah sebuah keniscayaan. Tak bisa dihindari. 

Baca juga : The New Normal Tuntut Kreativitas Jalankan Pembinaan Atlet

Menurut JK, ini fase untuk kembali menuju kehidupan normal sebelum pandemi. The New Normal artinya bukan berdampingan dengan virus corona. Tapi menjalani hidup dengan lebih waspada. Artinya, saat The New Normal nanti orang bisa kembali bekerja di kantor, belajar mengajar di sekolah, beribadah di masjid tapi dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Seperti menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan setelah beraktifitas. 

“New Normal itu harapan bukan sesuatu yang rumit amat. Jangan dirumitrumitkan itu,” kata JK dalam diskusi daring yang digelar Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju ini. 

Ketua Dewan Masjid Indonesia ini lantas memberi sebuah contoh. Dulu, prioritas orang saat keluar rumah adalah dompet. Kemudian perlahan berubah menjadi HP. Dompet tak lagi jadi prioritas pertama. “Sekarang, begitu keluar rumah, mana masker,” ungkapnya. 

Memang, lanjut dia, awalnya hal seperti itu sulit diterapkan. Namun lama kelamaan akan terbiasa. Sama seperti pengecekan saat naik pesawat. Dulu, langsung naik saja. Lalu ada protokol pengecekan yang ketat. Harus masuk mesin x ray, digeledah dan lain-lain. “Awalnya jengkel, lama-lama terbiasa. New Normal itu harus kita hadapi. Kita harap kita segera New Normal, tidak memberatkan dengan kita bekerja sama. Jangan cari kesulitannya, cari kemudahannya,” ujarnya. 

Baca juga : Antisipasi The New Normal, AP II Sudah Siap Dengan Berbagai Protokol

Kapan penerapan The New Normal dimulai? Menurut JK, proses menuju The New Normal tidak bisa serentak. Tergantung pada banyak hal. Antara lain jumlah penambahan kasus Covid-19. Juga harus dikonsultasikan kepada ahli epidemiologi. “Mungkin New Normal di Jakarta bisa bulan Juli. Tapi Surabaya bisa bulan berikutnya. Atau di tempat lain beda lagi. Karena itu sesuai perhitungan-perhitungan epidemiologi dan sebagainya,” katanya. 

Apakah hidup The New Normal akan pendek atau lama? JK memprediksi akan berjalan minimal selama tiga tahun. Tepatnya The New Normal akan berakhir ketika vaksin ditemukan. Bagaimana cara ngitungnya? Misalnya saja, vaksin virus corona paling cepat ditemukan Februari 2021. Setelah itu mulai dilakukan produksi massal. Misalkan jumlah penduduk dunia 7 miliar, maka kebutuhan vaksin sebanyak 5 miliar. Di Indonesia, dari 270 juta penduduk, sekitar 250 juta harus dicapai. Untuk proses produksi hingga distribusi JK memperkirakan butuh waktu tiga tahun. 

Ia pun kembali mengingatkan kemungkinan kondisi normal masih membutuhkan waktu. Sejumlah negara pun sama-sama menunggu adanya vaksin virus corona. “Jadi siap-siaplah, Bapak-bapak ini siapkan masker 3 tahun. Siapkan jaga jarak 3 tahun. Ya lama-lama juga tidak terasa lah,” kata JK, berseloroh. 

Namun, ekonom senior Indef Aviliani menilai Indonesia belum siap menerapkan kebijakan The New Normal. Ada beberapa hal yang jadi catatan. Pertama, kesadaran masyarakat terhadap bahaya virus corona masih sangat rendah. Sedangkan pemerintah belum optimal mempersiapkan seluruh protokol kesehatan. “Masyarakat kita belum meyiapkan diri akan perubahan-perubahan, jadi orang bicara New Normal bagus tapi realisasinya belum,” kata Aviliani. 

Baca juga : KAI Siapkan Pedoman New Normal Untuk Pelanggan Kereta Api

Kedua, kondisi penyebaran virus di Indonesia saat ini juga belum menunjukkan tren penurunan. Berbeda dengan negara lain yang telah menerapkan New Normal dan memiliki tren kasus melandai. Ia pun menyoroti beberapa negara yang sudah menerapkan New Normal juga mulai terindikasi munculnya wabah gelombang kedua. 

Dia juga menilai pengawasan protokol kesehatan oleh aparat TNI dan Polri mengindikasikan bahwa seluruh komponen masyarakat belum paham betul protokol kesehatan yang disusun pemerintah. “Saya belum yakin terhadap negara kita dan itu yang ditakutkan,” pungkasnya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.