Dark/Light Mode

Kasus Kondensat, Eks Bos BP Migas Dan Anak Buahnya Dituntut 12 Tahun Penjara

Senin, 8 Juni 2020 14:55 WIB
Mantan Kepala BP Migas Raden Priyono (bermasker) saat sidang TPPI di Tipikor, Maret lalu. (Foto: M Qori/Rakyat Merdeka)
Mantan Kepala BP Migas Raden Priyono (bermasker) saat sidang TPPI di Tipikor, Maret lalu. (Foto: M Qori/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dua terdakwa kasus korupsi kondensat migas PT TPPI senilai 2,7 miliar dolar AS atau setara Rp 37,8 triliun, Raden Priyono dan Djoko Harsono, dituntut hukuman 12 tahun penjara. Keduanya juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. 

"Menghukum para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," tegas Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bima Suprayoga, saat membacakan berkas tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/6).

Priyono yang merupakan mantan Kepala BP Migas disebut memperkaya Honggo Wendratno selaku Direktur Utama PT TPPI. Perbuatannya merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan negara sebesar 2.716.859.655 dolar AS.

Perbuatannya dilakukan bersama-sama dengan Djoko Harsono selaku Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas.

Baca juga : Miftahul Ulum, Asisten Pribadi Mantan Menpora Imam Nahrawi, Dituntut 9 Tahun Penjara

Priyono dan Djoko mengabaikan seluruh persyaratan dan menunjuk PT TPPI yang bergerak dalam bidang Pengolahan bahan baku kondensat menjadi petrokimia berlokasi di Desa Tanjung Awar-Awar Kabupaten Tuban Propinsi Jawa Timur.

Megakorupsi ini berawal ketika Honggo Wendratno selaku Dirut PT TPPI mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas. 

Dia mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor : TPPI/BPH Migas/L-040 tanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas. 

"Padahal saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi dan PT TPPI memiliki utang kepada PT. Pertamina (Persero)," tutur jaksa. 

Baca juga : Eks Dirut PT PTPN III Dolly Pulungan Divonis 5 Tahun Penjara

Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai Penjual Kondensat Bagian Negara. Tapi penunjukkan itu menyalahi prosedur.

"Bahwa penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara, sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa sehingga penunjukan PT. TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas, PT TPPI tidak terdaftar di BP Migas, PT TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan PT TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC," papar jaksa.

Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.

Perusahaan itu mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina. "Sehingga semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain," beber Jaksa.

Baca juga : Dua Penyuap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Divonis 1,8 Tahun Penjara

Jumlah keseluruhan penyerahan kondensat bagian negara kepada Honggo sejak 23 Mei 2009 sampai 2 Desember 2011 sebanyak 33.089.400 barel dengan nilai 2.716.859.655 dolar AS.

Perbuatan keduanyamelanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 KUHP. Jaksa menyebut, hal yang memberatkan terdakwa yakni para terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka menjalankan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN. 

Sementara yang meringankan, para terdakwa tidak menikmati uang hasil kejahatan. Kemudian, telah ada pemulihan keuangan dan kerugian keuangan negara sebesar 2,5 juta dolar AS. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.