Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Dr. Adriana Elisabeth Bicara Papua: Semua Karena `Emasnya`

Minggu, 14 Juni 2020 05:27 WIB
Adriana Elisabeth (Foto: Istimewa)
Adriana Elisabeth (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Tewasnya George Floyd, warga kulit hitam di Amerika, menimbulkan spekulasi tentang rasisme di Papua. Namun Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dr. Adriana Elisabeth membantah hal tersebut. Apa yang terjadi di Papua, tak lepas dari kekayaan alamnya. Semua karena ‘emasnya’. 

Pernyataan ini disampaikan Adriana saat menjadi narasumber dalam program Ngobrol Santuy Rakyat Merdeka live di instagram, kemarin. Acara ini dipandu wartawan Rakyat Merdeka, Ujang Sunda. 

Adriana mengatakan, dalam kasus diskriminasi atau rasisme, Indonesia dan Amerika itu berbeda. Amerika memang sengaja membuat sistem terjadinya diskriminasi, sedangkan di Indonesia tidak. Ini bisa dibuktikan dari berbagai kebijakan, salah satunya Otonomi Khusus Papua. 

Baca juga : Disiplinkan Masyarakat, MPR Serukan Pendekatan Humanis

Terkait banyaknya kritikan sejumlah negara tentang pelanggaran HAM di Papua, menurutnya, tak lepas dari SDA-nya. “Kalau Papua tidak kaya, tidak ada negara yang berebut bicara soal HAM di Papua,” kata Adriana. 

Koordinator Jaringan Damai Papua Jakarta-Papua ini menuturkan, banyak negara yang mendorong Papua segera merdeka memisahkan diri dari Indonesia semata-mata hanya SDA. Jelas, negara tersebut punya kepentingan di Papua. “Upaya yang paling mudah di-trigger, ya isu-isu semacam HAM itu,” ungkapnya. 

Saat ini, sambung dia, pemerintah butuh langkah jitu untuk menyelesaikan problem tersebut agar rakyat Papua merasa diperhatikan. Kunjungan yang kerap dilakukan Presiden Jokowi ke Papua dipandang Adriana, belum bisa menyelesaikan masalah. “Gesturnya memang baik, tapi masalah belum selesai sampai di situ,” ujarnya. 

Baca juga : DPD: Republik Takkan Bubar Cuma Karena Pilkada Ditunda

Dia menjelaskan, masyarakat Papua itu masyarakat yang sangat heterogen. Jadi kalau pemerintah, khususnya Presiden hanya menemui kelompok tertentu, kelompok lain akan protes. “Karena Papua itu beradab dan Papua itu mempunyai prinsip egaliter. Mereka tidak bisa direpresentasikan oleh yang lain. Saya rasa ini persoalan yang benarbenar kita tahu,” imbuhnya. 

Dia menyambut baik jika Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah mengadopsi pembangunan berbasis tujuh wilayah adat. Namun, menurutnya, ada yang perlu diperhatikan karena di masing-masing wilayah adat terdapat sistem adat yang berbeda-beda. “Jangan hanya semacam rujukan umum tapi harus detail dan harus menjangkau masyarakat Papua yang ada di daerah-daerah,” ingatnya. 

Diakuinya, Papua memang sangat kompleks terutama perihal ekonomi. Catatan lain dari persoalan Papua yang dibagikannya adalah, persoalan antara benturan kepentingan investasi dengan mayarakat adat untuk mempertahankan tanah adatnya. 

Baca juga : Corona masih Berkeliaran, Pejabat Bantah-bantahan

Hal ini kerap kali dibenturkan dengan masalah HAM yang dikipasi negara luar. Menurutnya, persoalan HAM merupakan persoalan universal yang muncul ketika berbagai informasi “tidak diklarifikasi oleh pemerintah yang sebenarnya”. “Tiba-tiba kita dapat berita bahwa kita dituntut melakukan pelanggaran HAM,” papar Elisabeth. 

HAM itu mencakup banyak hal, bukan hanya perihal politik tapi juga ekonomi, sosial, dan budaya. Sejarah panjang persoalan kekerasan terhadap masyarakat Papua selalu terngiangngiang. “Ini membuat mereka traumatis dan itu yang kemudian coba diatasi oleh Pak Jokowi di periode pertama dengan membentuk tim investigasi HAM. Namun sampai sekarang dari beberapa isu HAM yang sudah disepakati, hasilnya belum ada yang disampaikan ke publik,” keluhnya. 

Padahal, rakyat Papua hanya butuh penjelasan konkret dari pemerintah. Bahkan mereka tidak peduli ancaman terhadap pelaku HAM. Respon pemerintah jangan hanya membentuk tim investigasi HAM tapi membuat program trauma healing. Mengingat banyak orang yang mengalami trauma karena sejarah panjang di Papua, yang kemudian meluas pada kelompok sipil bersenjata. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.