Dark/Light Mode

Cegah Krisis

Pemerintah Perlu Perkuat Distribusi Pangan Selama Covid-19

Kamis, 20 Agustus 2020 06:28 WIB
ilustrasi distribusi pangan ke pasar-pasar. (Foto : Antara)
ilustrasi distribusi pangan ke pasar-pasar. (Foto : Antara)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah diminta memperbaiki infrastruktur distribusi pangan selama pandemi Covid-19. Upaya ini penting untuk memperkuat distribusi pangan di tengah ancaman disrupsi sektor logistik selama pandemi Covid-19.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, pentingnya penguatan jaringan logistik ini dia contohkan dalam kasus pengiriman jeruk. Mengutip dari Profesor Hal Hil, menurutnya lebih murah mengirim jeruk dari Tiongkok ke Jakarta dibandingkan dari Medan dan Pontianak. 

Studi Bank Dunia pun menyebut, jarak suatu daerah dapat menjelaskan 70 persen dari perbedaan harga pangan. "Ini menunjukkan situasi logistik Indonesia masih sangat kurang, apalagi di Indonesia Timur," kata Felippa seperti dikutip dari keterangan yang diterima RMco, kemarin.

Kesullitan akses logistik dikhawatirkan akan menyebabkan defisit pangan di banyak provinsi selama pandemi Covid-19. Padahal, stok pangan secara nasional masih surplus.

Data Badan Ketahanan Pangan (BKP) mencatat, pada April 2020 terjadi defisit ketersediaan beras sebesar 10-25 persen dari kebutuhan di Maluku dan Kalimantan Utara. Sedangkan defisit ketersediaan beras lebih dari 25 persen kebutuhan terjadi di Riau, Kepualauan Riau, Bangka Belitung, dan Maluku Utara.

Baca juga : Puan Minta Pemerintah Tingkatkan Kinerja Pelaksanaan APBN

Adapun, stok beras nasional pada April surplus 6,35 juta ton. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur pangan era Pemerintahan Presiden Joko Widodo menurutnya masih fokus pada Pulau Jawa dan Sumatera.

Menurut data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, 62,3 persen dari 245 proyek infrastruktur direncanakan berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Oleh karenanya, pembangunan infrastruktur perlu dilakukan secara lebih merata untuk menghubungkan pulau-pulau Indonesia. Selain itu, infrastruktur logistik pangan seperti fasilitas pendingin dan fasilitas pengolahan juga perlu mendapat perhatian ekstra, 

"Fasilitas logistik pangan yang memadai dapat mengurangi biaya distribusi serta mencegah makanan terbuang sia-sia," ujar dia.

Ia pun menilai, pembangunan infrastruktur bukan hal yang mudah dan memakan biaya. Namun banyak opsi pembiayaan bekerjasama dengan pihak swasta yang dapat dipertimbangkan pemerintah.

Baca juga : Cegah Korupsi, KPK Minta Peserta Pilkada Teken Pakta Integritas

Rumitnya Impor Pangan
 

Felippa menjelaskan, proses impor pangan di Indonesia selama ini cukup rumit, menghabiskan waktu dan memakan biaya yang tidak sedikit. Importir harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian setelah memenuhi berbagai persyaratan, kemudian menunggu Surat Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan.

"Jika ternyata sumber impor harus diganti, maka importir harus mengajukan perubahan Surat Persetujuan Impor lagi dari Kementerian Perdagangan. Proses yang rumit dan tidak transparan ini akhirnya sering berbuah kekurangan stok pangan, meningkatnya harga dan bahkan potensi pelanggaran hukum seperti korupsi," katanya. 

Presiden Joko Widodo sudah menyadari rumitnya proses ini sehingga mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2020 tentang Penataan dan Penyederhanaan Perizinan Impor.

Indonesia bisa mengambil satu langkah maju lagi dengan dengan memperkenalkan sistem lisensi impor otomatis yang bisa mengatur impor dengan lebih cepat dan transparan.

Baca juga : Golkar Apresiasi Pemenang Lomba Foto Tegar Melawan Covid-19

Hal ini memastikan Indonesia bisa dengan gesit mengimpor kebutuhan pangan sebagai antisipasi kebutuhan dan untuk stabilisasi harga.

Impor, lanjutnya, yang dipilih menjadi salah satu sumber untuk mengisi ketersediaan pangan di pasar tidak lepas dari belum mampunya produksi pangan domestik untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Dikatakan, banyak analisa yang akan menggaungkan kebijakan swasembada untuk menjawab risiko perdagangan global.

Namun, kebijakan proteksionisme yang mengkonsentrasikan pemenuhan pangan hanya dari domestik malah juga akan mengkonsentrasikan risiko pangan.

"Ketahanan pangan Indonesia akan lebih resilien jika didukung oleh diversifikasi sumber, pemenuhan kebutuhan pangan domestik yang diperkuat maupun dari opsi impor pangan yang disederhanakan,” jelas Felippa.  [FAZ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.