Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Lanskap Komunikasi Media Berubah, Wajar Pemerintah Gunakan Influencer

Sabtu, 5 September 2020 07:45 WIB
Influencer/Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Influencer/Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemanfaatan pemengaruh alias influencer yang dilakukan pemerintah dinilai hal wajar dan lumrah di tengah perkembangan dunia digital dan media sosial yang sangat besar. Bahkan, penggunaan influencer, sejatinya sudah jauh digunakan sebelum media sosial hadir, yang dilakukan para tokoh masyarakat untuk mensosialisasikan berbagai hal.

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto, menyampaikan, penggunaan influencer atau opinion leader merupakan hal wajar. “Di masyarakat itu kan ada yang aktif, ada yang pasif. Mereka yang status sosial tinggi, biasa punya jaringan hubungan banyak, lebih produktif dan biasanya menjadi rujukan masyarakat yang pasif, makanya muncul opinion leader,” ujar Henri, dalam diskusi “Influencer dan Pemerintahan Jokowi,” di Jakarta, Jumat sore (4/9).

Baca juga : Dorong Pergerakan Ekonomi, Kementan Percepat Belanja Pemerintah Di Tengah Pandemi

Justru aneh jika pemerintah tidak menggunakan media sosial untuk menjelaskan program-programnya agar masyarakat tidak salah mengerti. Oleh sebab itu, media sosial hadir sebagai penyampai pesan. Juga, tidak tepat penilaian bahwa dengan menggunakan influencer, komunikasi publik yang dimiliki pemerintah lemah.

Menurut Hendri, di era digital, semua orang berkomunikasi dan bisa menjadi penyampai pesan. Apalagi tokoh publik dengan pengikut mencapai jutaan atau puluhan juta. Fakta baru itu menjadi bukti bahwa ada ‘new media’ dan dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai pesan ke publik. “Mereka yang punya pengikut jutaan itu aset negara, mereka masyarakat juga,” ucap Hendri.

Baca juga : Bamsoet Minta Komunitas Motor Besar Turut Bangkitkan Pariwisata

Ia mencontohkan Raffi Ahmad, yang memiliki 44 juta pengikut di Instagram. Raffi dipastikan memiliki pengaruh signifikan. “Ketika ada seorang punya 40 juta pengikut, itu sudah melebihi media,” ucapnya.

Henri menegaskan, influencer sangat berbeda dengan buzzer. Influencer memiliki rekam jejak, pengikut jelas, juga punya tanggung jawab moral. Sementara buzzer, hanya mengikuti arahan pemberi kerja. Karena itu, di era Covid-19, justru perlu lebih banyak influencer untuk menyampaikan pesan agar saling menjaga, terlebih ada 175 juta orang Indonesia yang butuh literasi digital.

Baca juga : Menkop UKM Fasilitasi Koperasi Nelayan Dengan Perusahaan Perikanan

Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menyatakan, penggunaan influencer tidak ada masalah secara hukum selama ada transparansi, dalam arti jelas dipesan oleh siapa dan kontennya juga sesuai. Kemudian, digunakan untuk isu-isu non kontroversial, lebih edukasi publik, seperti kampanye pencegahan Covid-19, dan tidak ada yang dirugikan. “Gunakan influencer silakan saja, bahkan sudah saatnya. Akan lebih baik bermain di isu publik, bukan kontroversi,” sarannya.

Pendiri Mediawave Yose Rizal merasa heran jika ada tagar dukungan ke pemerintah, seringkali diasosiasikan ada relasi transaksional. Padahal, dari fakta yang ada, dukungan ke pemerintah pun banyak yang organik. Bahkan, data Mediawave, dari 1 Januari 2008 hingga 31 Mei 2020, terdapat 3,3 tweet dukungan ke pemerintah, dan 9 juta tweet yang mengkritik. Yang 9 juta tweet itu juga diorkestrasi. Artinya, ada tiga kali lipat yang menyerang pemerintah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.